Ekonom Anthony Budiawan Sebut Indonesia Bangkrut Tanpa Daerah
AMEG - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut jika tidak ada kontribusi dari daerah, Indonesia sudah sejak lama mengalami kebangkrutan.
Hal itu dikatakan Anthony pada pertemuan 'Executive Brief Perekonomian Negara Kesejahteraan Pasal 1, 2 dan 3' yang diselenggarakan di Kediaman Ketua DPD RI, kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (7/5/2022).
Selain Anthony, 'Executive Brief Perekonomian Negara Kesejahteraan Pasal 1, 2 dan 3' tersebut dihadiri pengamat ekonomi Faisal Basri dan Ichsanuddin Noorsy serta Analis Kebijakan di DPD RI, Reydonnyzar Moenek yang bertindak sebagai moderator.
Sementara Ketua DPD RI didampingi Senator asal Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Deputi Administrasi Lalu Niqman Zahir dan Kepala Biro Sekretariat Pimpinan Sanherif Hutagaol.
Dikatakan Anthony, meski daerah memiliki peran besar untuk eksistensi Indonesia, faktanya pemerintah menjalankan pembangunan di daerah berbasis eksploitatif, melanggar kedaulatan daerah dan melanggar konstitusi.
Dahulu, dijelaskan Anthony, tak ada yang namanya Indonesia. Yang ada adalah Hindia Timur yang kemudian diakui sebagai Hindia Belanda.
"Lalu pada tahun 1928 para pemuda dari seluruh daerah menyatakan sumpah bersatu atas nama Indonesia. Puncaknya, pada tahun 1945 perwakilan daerah-daerah sepakat mendirikan Indonesia. Jadi, Indonesia ini didirikan oleh kumpulan daerah," papar Anthony.
Tujuan dibentuknya Indonesia adalah untuk memajukan bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dan perdamaian dunia dan keadilan sosial.
Pada awal kemerdekaan dan ekonomi sulit, Anthony menyebut bahwa daerah merupakan penyandang dana bagi pembangunan Indonesia.
Pada tahun 1950-an, Anthony menyebut ekonomi Indonesia bergantung pada sektor perkebunan, khususnya karet. Saat itu, Indonesia merupakan produsen karet terbesar di dunia.
"Dari total ekspor, ekspor karet itu mencapai 60 persen. Sisanya merupakan ekspor komoditas mineral. Dari sana kita bisa lihat bahwa daerah-lah yang sesungguhnya membiayai kemerdekaan Indonesia," ujar Anthony.
Saat itu, Sumatera bagian Selatan dan Timur merupakan daerah penghasil karet terbesar di Indonesia. Namun kejayaan karet tak berlangsung lama.
Pada dekade 1960-an harga karet alam anjlok dan Indonesia mengalami kebangkrutan.
"Cadangan devisa turun dari USD293,75 juta pada 1960 menjadi hanya USD2 juta pada 1967," papar dia.
Sumber: