Penculik Bogor Kok Disorot Puan Maharani?
Perwakilan Biro Psikologi Mabes Polri, Kompol Mujib Ridwan kepada wartawan di rumah korban K (12) di Jakarta Selatan, Jumat (13/5) mengatakan:
"Hasilnya bisa sehari-dua hari kami sampaikan. Saat ini korban bisa diajak komunikasi. Kami tadi melakukan wawancara, hasilnya cukup bagus. Tapi hasil lengkap, perlu observasi minimal sepekan."
Mujib: "Kami melaksanakan pengambilan data. Hasil nanti akan kami olah bersama tim dan komunikasi terhadap pimpinan. Selanjutnya akan kami laporkan hasil itu pada user di sini."
Dilanjut: "Nanti sewaktu-waktu terjadi kondisi yang beda pada korban, katakanlah ada kondisi tidak biasa, misalkan terbangun waktu malam atau kondisi yang tidak sesuai biasanya, kami minta diberitahu keluarga korban. Kami terus pantau kesinambungan secara komplit."
Kali ini Polri bertindak cepat dan mendalam. Tidak terkait dengan pernyataan Puan Maharani. Sebab, Puan mengatakan itu pada Jumat (13/5) yang mungkin belum sempat diketahui pihak Polri.
Itu suatu perkembangan positif. Menyongsong UU TPKS yang baru disahkan. Puan Maharani juga meminta pihak berwenang memperhatikan keluarga korban. Membantu pemulihan prikologis korban perkosaan, pencabulan, atau pelecehan seksual.
Meskipun di berbagai negara hal ini sudah lama diterapkan.
Dikutip dari Psychological Medicine, 30 Januari 2000, yang ditulis tiga pakar psikologi, Dinwiddie S, Heath AC, Dunne MP, berjudul: "Early sexual abuse and lifetime psychopathology: a co-twin-control study", menyebutkan:
Anak-anak korban perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, berdampak psikologis.
Disebut: "Pelecehan seksual anak dapat mengakibatkan kerugian jangka pendek dan jangka panjang, termasuk psikopatologi di kemudian hari."
Indikator dan efek: Depresi, kecemasan, gangguan makan, harga diri yang buruk, somatisasi, gangguan tidur, gangguan disosiatif termasuk gangguan stres pasca-trauma.
Dampak yang kelihatan mata, antara lain, perilaku regresif seperti mengisap jempol, atau mengompol pada usia yang seharusnya tidak mengompol. Pada jangka penjang, korban akan melakukan tindakan dan minat seksual yang tidak pantas. Perilaku seks menyimpang.
"Tanda-tandanya, korban menarik diri dari sekolah dan pergaulan sosial. Juga menunjukkan berbagai masalah pembelajaran dan perilaku termasuk kekejaman terhadap hewan, disebut attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD)."
Selama ini, Indonesia sebagaimana negara-negara miskin dan berkembang, belum fokus pada penanganan korban perkosaan atau pelecehan seksual. Selain hukuman terhadap pelaku, ringan, juga belum ada perhatian terhadap keluarga korban.
Sebab, orang tua korban, juga menganggap biasa terhadap anak mereka yang jadi korban perkosaan atau pelecehan seksual.
Sumber: