Studi Kasus Wanda Hamidah

Studi Kasus Wanda Hamidah

Sebagai public figure, kasusnya jadi sorotan masyarakat. Walaupun kasus perceraian sangat banyak. Dan, hampir semua kasus perceraian diikuti dua kasus berikutnya: Perebutan harta gono gini, dan perebutan anak.

Debbie Pincus dalam bukunya: "How I Learned to Control My Temper" (1995) menyebutkan, meski hak asuh anak sudah ditentukan pengadilan saat vonis perceraian, tapi masing-masing ortu sama-sama ingin mengasuh anak.

Di buku itu disebutkan, jangan tempatkan anak di tengah (antara ayah atau ibu yang sudah bercerai).

"Anak-anak bisa terjebak di tengah, ketika ortu menempatkan mereka di tengah. Karena itu, jangan bicarakan mantan Anda dengan cara yang akan memaksa mereka untuk memihak. Anak-anak tidak ingin memihak. Mereka ingin bebas dari kekhawatiran tentang orang tua lain (tiri) saat mereka bersama Anda."

Buku itu ditujukan kepada pembaca wanita. Sebab, kebanyakan hak asuh anak jatuh pada ibu. Kecuali, pihak pengadilan menganggap bahwa ibu tidak mampu mengasuh anak.

Contoh agar anak tidak terjebak di tengah, begini:

Misal, anak berkata kepada ibu: “Ayah mengatakan, bahwa ibu tidak banyak membantu saya dengan pekerjaan sekolah.”

Perkataan anak ini bisa memancing emosi ibu. Dan, biasanya emosi ibu memang terpancing, dengan mengatakan hal buruk tentang mantan suami. Atau, minimal ibu akan mengatakan ke anak, begini: ""Ucapan ayahmu itu tidak benar."

Menurut Debbie Pincus di bukunya, reaksi ibu seperti itu, salah. Sebab, jika ibu menyalahkan mantan suami, maka posisi anak bakal terjebak di tengah. Maksudnya, anak terombang-ambing di tengah konflik, tanpa akhir.

Pincus: “Jawaban ibu yang benar, demikian: Saya pikir kita (ibu dan anak) melakukan pekerjaan yang baik bersama-sama. Maafkan ayahmu, jika ia merasa seperti itu.”

Dengan jawaban itu, ibu berhasil mengakhiri pertempuran, dan mengeluarkan anak dari tengah.

"Ini juga mengirimkan pesan kepada anak, bahwa orang tua lain (ayah) boleh saja melakukan atau mengatakan apa pun yang mereka inginkan. Tetapi anak merasa, tidak ada masalah antara ia dengan ibu. Karena, antara ayah dan ibu tidak ada pertempuran."

Pandangan anak, bahwa tidak ada pertempuran antara ayah dan ibu yang sudah bercerai, menurut Pincus, penting. Sebab, jika ibu menyalahkan ayah, maka anak bakal berpersepsi buruk terhadap ibu. Demikian pula sebaliknya.

Buku karya Pincus mengulas banyak hal. Tapi, yang cocok dengan Wanda versus Daniel, adalah bab tentang: Transisi anak antar rumah (ayah dan ibu).
Artinya, penyesuaian anak ketika mereka berpindah-pindah antara rumah ayah dan ibu. Misal, pembagian sekian hari di rumah ayah, sekian hari di rumah ibu.

Di bagian ini, banyak ortu bercerai tidak menyadari, bahwa anak sesungguhnya galau. Mereka selalu berharap ortu berkumpul lagi. Tapi mereka dipaksa menerima keadaan, bahwa ortu sudah berpisah.

Sumber: