Komunikasi Sangat Membantu Tim Relawan MBKM Semeru UB
AMEG - Menjadi relawan di posko pengungsian korban erupsi Gunung Semeru, Lumajang tidak pernah dibayangkan oleh Achmat Solehuddin, Billah Izzul Haq, Safira Faiza Fortunella, Ruth Damayanti A. Sirait, dkk.
Bertemu dengan banyak warga korban erupsi, mengkoordinir dan mendistribusikan logistik warga hingga mendampingi trauma healing, menjadi suatu pengalaman berharga bagi 49 mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang tergabung grup Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Semeru.
Sebut saja Billah Izzul Haq, mahasiswa jurusan komunikasi semester 6 tersebut mengaku mata kuliah yang selama ini didapatnya di bangku kuliah sangat membantu di lapangan terutama dalam mengkoordinir warga ketika pendistribusian logistik.
"Koordinasi dan komunikasi antar pengungsi dalam pendistribusian logistik itu sangat penting. Jika informasi yang diberikan tidak utuh penyampaiannya, bisa fatal akibatnya," ujarnya.
Izzul menceritakan, salah satu puncak akibat ketimpangsiuran informasi adalah ketika posko pengungsian hampir dibakar oleh warga karena adanya isu tidak pemerataan bantuaan.
"Komunikasi itu penting jadi informasi tidak boleh setengah-setengah, harus utuh. Seperti contohnya karena banyak ketimpangsiuran informasi dan isu-isu di sosmed terkait ketidak pemerataan bantuaan. Akhirnya hampir terjadi cek cok antar warga. Sampai posko pengungsian mau dibakar," jelasnya.
Meskipun hampir mengalami hal tragis, Izull mengungkapkan ada rasa senang ketika dia bisa mendampingi anak anak korban Erupsi Gunung Merapi.
"Anak-anak meskipun mereka terkena musibah harus tetap sekolah. Alhamdullillah sekolah tidak ada yang hancur hanya kena abu saja. Meskipun begitu mereka harus tetap sekolah bahkan di tempat pengungsian sekalipun di tenda,".
Izzul mengatakan, ditempat pengungsian tersebut dia mengajarkan ilmu psiko sosial, seperti mengenalkan emosi.
Senada dengan Izzul, mahasiswi Fakultas Ilmu Administrasi Safira Faiza Fortunella juga menikmati kegiatan pendampingan untuk anak-anak korban terdampak Semeru.
“Pendampingan untuk anak-anak juga kami lakukan di beberapa sekolah. Pembelajaran yang kami berikan meliputi wawasan kebangsaan, pelatihan minat dan bakat, prakarya, serta pengenalan pentingnya membuat rencana untuk masa depan,” jelas Safira.
Sebagai koordinator tema “Dukungan Kesehatan Jiwa dan Pendampingan Sosial”, Safira berharap kegiatan yang dilakukan dapat menghilangkan rasa trauma masyarakat terdampak erupsi.
Terkait trauma healing, Safira dan tim melakukan assessmen lapang menggunakan Global Psychotrauma System (GPS) untuk mengetahui kondisi mental warga terdampak. Selain itu tim juga menumbuhkan komunikasi dan koordinasi yang baik kepada warga, seperti layaknya keluarga.
“Yang paling berkesan, ada satu anak, panggil saja Dika, yang orang tuanya berpisah, ditambah dengan kejadian erupsi, yang membuat dia semakin bersikap manja dan atraktif, yang kadang sampai membuat ibunya kewalahan. Setiap tim kami datang, Dika selalu menganggap kami senantiasa siap diajak bermain dan dipeluk, dan sampai sekarang saya masih menjalin komunikasi dengan Dika dan Ibunya,” terang gadis Ponorogo ini
Sumber: