Teng… Teng… Jasad Yosua Diotopsi Lagi

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Koordinator Bidang Etika dan Profesi Dewan Etika, Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), dr Yulia Budiningsih kepada wartawan, Selasa (26/7) menyatakan kekesalan terhadap pengacara keluarga Yosua.
Sebab, pengacara menuduh, dokter forensik pemeriksa jenazah Yosua yang pertama, bekerja tidak profesional. Pengacara Martin Lukas mengatakan, penyebab kematian, tidak ditulis alias kosong. Data Yosua ditulis 'pelajar / mahasiswa' usia 21. Yang benar, Yosua anggota Polri, usia 29.
Martin Lukas: "Kejanggalan-kejanggalan itu. Juga, jenazah sudah divisum dulu, barulah kemudian memberitahu keluarga. Di mana-mana, visum itu, kan, dilakukan berdasarkan persetujuan keluarga. Bukan dilakukan dulu, baru kemudian izin."
Pengacara keluarga Yosua lainnya, Komaruddin Simanjuntak, kepada pers, mengatakan: Ada banyak luka sayat di tubuh Yosua. Jari tangan putus. Juga, rahang bergeser. Juga ada bekas lilitan di leher.
Komaruddin: "Bukti foto-foto dan video (yang merekam kondisi jenazah Yosua ketika di rumah duka di Jambi) sudah kami serahkan ke Bareskrim Polri, sebagai laporan pembunuhan berencana."
Sebaliknya, dr Yulia Budiningsih kepada pers di Fakultas Kedokteran UI, Jakarta Pusat, Selasa (26/7), mengatakan: "Kok, jadi forensik yang disalah-salahin, yang dihujat-hujat?"
Dilanjut: "Saya jadi miris. Yang periksa itu boleh juga disidik, dokter itu lulusan mana, karena kasihan banget dia itu. Dia merasa dihujat-hujat orang. Karena dia sudah bekerja sebaik-baiknya, tolong jangan dicaci maki dulu, jangan disalah-salahin dulu."
Dilanjut: "Kalau dari pengacara keluarga, kan gitu kan. Pak Kamarudin punya cerita sendiri. Padahal beliau tidak memeriksa jenazahnya dari awal. Kelihatan masyarakat sudah tersihir ke arah sana, gitu sih."
Pernyataan Yulia ini sebagai balasan pernyataan pihak kuasa hukum keluarga Yosua. Counter. Boleh saja. Karena, Yulia sama-sama dokter forensik dengan dokter forensik yang melakukan otopsi Yosua pertama kali. Jadi, Yulia membela kolega.
Tapi, antara lain, akibat hasil otopsi pertama itulah kasus ini kemudian melebar ke mana-mana. Dianggap janggal. Oleh masyarakat biasa, sampai pejabat tinggi negara.
Kejanggalan kronologi, dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD di awal perkara ini diumumkan Polri. Bahkan, Presiden Jokowi mewanti-wanti agar kasus ini diusut secara benar.
Kalimat dr Yulia: "… kasihan banget dia itu…" Ditujukan kepada dokter forensik pemeriksa pertama jenazah Yosua. Kasihan, karena kata Yulia, dokter tersebut dihujat-hujat. Entah oleh siapa. Mungkin netizen, mungkin kolega.
Perkara ini yang semula tampak sederhana. Pembunuhan biasa. Ternyata jadi rumit. Serumit benang kusut.
Tapi, semua pihak bersemangat mengurai benang kusut ini. Diurai secara obyektif dan transparan. Salah satu pengurai problem adalah otopsi ulang jenazah Yosua, hari ini. Mungkin, itu kuncinya.
Seperti kata Prof Mahfud, semua pihak bersikap optimis. Berharap, perkara hukum ini diungkap secara obyektif dan adil. Agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri dan pemerintah tetap seperti semula. (*)
Sumber: