Siswi Jakarta Wajib Jilbab dalam Social Identity Theory

Siswi Jakarta Wajib Jilbab dalam Social Identity Theory

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

10) SDN 03 Cilangkap Jakarta Timur. Pelajar non Muslim dipaksa mengikuti kegiatan Muslim, seperti pengajian di dalam musala.

Ini masalah sangat sensitif di Indonesia. Meskipun dalam sosiologi, manusia makhluk sosial. Hidup berkelompok-kelompok. Setiap individu cenderung menyatukan diri dengan individu sejenis berdasar suku, agama, ras, antar golongan. Membentuk kelompok.

Penyatuan diri setiap individu dalam suatu kelompok, bisa atas inisiatif individu yang bersangkutan, atau diajak teman. Atau berdasar aturan tertentu.

Dalam sosiologi itu disebut "in-group" dan "out-group". Kami dan mereka.

Seseorang menyebut 'kami', berarti merujuk pada kelompoknya. Dan, 'mereka' untuk menyebut kelompok lain di luar kelompoknya.

Henri Tajfel dan John Charles Turner dalam buku mereka bertajuk “The Social Identity Theory of Intergroup Behaviour” (1986) adalah rujukan sosiolog dalam analisis teori in-group dan out-group.

Buku karya Tajfel dan Turner itu terinspirasi dari teori karya Psikolog Sosial Amerika keturunan Turki, Muzafer Sherif, bertajuk "The Realistic Conflict Theory" (1950).

Tajfel dan Turner dalam buku mereka, menyebutnya sebagai Social Identity Theory (SIT) dicetuskan Tajfel dan Turner pada 1970.

Inti dua teori itu, sama: Individu meleburkan diri dalam suatu kelompok yang punya kesamaan dengan individu tersebut. Kesamaan dalam arti luas, antara lain, suku, ras, agama, dan sejenisnya.

Atau satu pemikiran, misal, sesama intelektual, sesama guru, sesama tukang ojek online, sesama tukang ojek pangkalan. Itu sebab, tukang ojek online bermusuhan dengan tukang ojek pangkalan.

Disebutkan di teori SIT, setiap manusia ingin dihargai. Ingin dihormati. Ingin mendapatkan sumber daya hidup (makanan) yang cukup. Itulah kodrati.

Setiap manusia berasumsi, ia akan lebih dihormati, dihargai, dapat makanan cukup, jika meleburkan diri (bergabung) dengan kelompok yang sejenis. Itulah pondasi teori In-group dan Out-group.

Tapi manusia selalu ingin lebih. Dari sesuatu yang sudah ia didapatkan. Sudah dapat satu, ingin dua, dan seterusnya. Sampai manusia itu mati.

Ketika manusia 'ingin lebih' itulah, ia atau kelompoknya, melakukan intervensi kelompok lain. Bahkan, agresi. Awalnya, dengan cara menjelekkan kelompok lain. Bertujuan agar 'kelompok lain' bergabung ke 'kelompoknya'.

Pelaku intervensi-agresi itulah disebut berperilaku intoleran. Inilah potensial konflik. Atau, bisa berubah menjadi konflik antar kelompok. Karena, ada aksi maka ada reaksi.

Sumber: