Posisi Monoarfa

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Jika anda mau tahu rasanya punya raja, tdk perlu sulit2 apply jadi WN Inggris, cukup pindah domisili saja ke Yogyakarta. Rajanya menolak jalan tol melintasi kota, hanya boleh sampai di pinggiran kota saja, agar rakyat nya tdk hanya melihat lalu lintas tol, namun juga merasakan dampak yg lebih besar lagi. Dll, dst. Beda dg Graham Smith yg anti kerajaan, saya malah kepikiran bagaimana kalau Indonesia memiliki raja, untuk menstabilkan situasi politik ketika pemilu, ketika posisi kepala pemerintahan dan parlemen sedang goyah, ketika buzzer kerja keras meruntuhkan kredibilitas pemerintahan. Raja bisa tetap tegak sebagai batas terakhir konstitusi dan penjaga kepercayaan rakyat. Pertanyaannya, lagi2, rajanya siapa? Bisa adil atau tdk? Duh, dari dulu memang susah mencari pemimpin. Hmm, Bagaimana kalau pemimpinnya diserahkan pada AI (artificial intelegence) . Undang2, peraturan, dan hukum disepakati oleh kepala negara dan Parlemen, namun pelaksanaanya diserahkan pada AI. Agar rakyat tdk khawatir dikibuli. Agar kita tdk khawatir dikibuli di peristiwa duren tiga, atau peristiwa bareng2nya koruptor kakap dibebaskan. (Komentar ngelantur sambil siap2 ke sawah, wkwkwk)
Al Fazza Artha
Kalau di negeri Indonesia mah mengenalnya bentuk negara itu Republik bukan kerajaan. Tapi ada juga sih yg pengen berkuasa model kerajaan, turun temurun sampe cucunya. Bila perlu sampai cicitnya canggahnya demi melestarikan trah sebagai keluarga pendiri bangsa ini.
AnalisAsalAsalan
Menjadi republik? Graham Smith harus belajar ke Indonesia. Saat euforia reformasi, begitu banyak usulan untuk kemajuan negeri, di antaranya: 1. Mengganti NKRI dengan Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan harapan semaju Amerika, saat itu. 2. Mengganti Rupiah dengan Dolar Indonesia (Indonesian Dollar/ IDD), dan 1 IDD = 1 USD. Namun, semua dipatahkan. Negara harus punya benang merah, beda dengan komputer yang dengan mudah di-install ulang (format all). Ada sebuah ungkapan dari seorang petinggi di negeri seberang, Anda sudah tau, "Tak peduli kucing itu hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus."
Budi Utomo
Sebagai tambahan yang menguatkan kisah pemancungan Charles I oleh kaum Republik yang dipimpin Oliver Cromwell maka kisah absurd berikut ini memperkuatnya. Charles II putra sulung Charles I menjadi raja tahun 1660 dua tahun setelah Cromwell meninggal. Konon rakyat Inggris berbalik membenci Cromwell maupun Republik karena memerintah dengan tangan besi. Singkat cerita, monarki parlementer pulih. Charles II melancarkan balas dendam kepada Oliver Cromwell yang memancung ayahnya. Caranya? Kuburan Oliver Cromwell digali, mayatnya dikeluarkan, lalu mayat yang sudah tak bisa merasakan apa-apa itu dipancung! Wkwkwk. Sungguh kisah sejarah yang unik.
Wahyudi Kando
Mulai hari ini saya rubah pola membaca CHD, Baca Komentator pilihan Dato' DI untuk release hari kemaren, baru setelah itu baca CHD yg baru release. Pola Sebelumnya, baca release terbaru, setelah itu baru baca release hari kemaren. Discket otak suka ta nyambung at terkesan ada teracak. Hahaha Apakah Komentator ada yg seperti saya…? Salam Sehat Selalu Dato' DI
Budi Utomo
Presiden diciptakan oleh USA sebagai head of state yang menggantikan raja/ratu. Selain itu founding fathers USA menggabungkan head of government dengan head of state di tangan seorang presiden. Di sistem demokrasi parlementer, head of government biasanya dijabat prime minister / perdana menteri. Monarki parlementer memisahkan head of state dengan head of government. Yang satu di tangan raja/ratu, yang lain di tangan perdana menteri. Indonesia jelas meniru USA. Sistem presidential ada plus minusnya. Begitu pula sistem monarki parlementer seperti di UK, Skandinavia hingga Jepang, Thailand, Malaysia.
Mirza Mirwan
Mungkinkah Inggris menjadi republik? Mungkin saja, meski kemungkinannya kecil. "Republic", nama organisasi yang mengkampanyekan penghapusan sistem monarkhi Inggris sebenarnya sudah berdiri sejak 1983. Tetapi kurang mendapat sambutan publik. Tahun 2006 status legal Republic menjadi perseroan terbatas (limited company) dan Graham Smith menjadi CEO-nya. Smith boleh berharap memperoleh dukungan publik lewat referendum. Tetapi belum tentu kelompok pro-republik memenangi referendum. Rakyat Inggris, seperti juga rakyat Norwegia, Swedia, Denmark, Belanda dan Spanyol, kelihatannya sudah nyaman dengan sistem monarkhi. Jualan sistem republik di Inggris jelas kurang laku. Selama kepemimpinan Elizabet II bisa diteladani dan dipraktekkan Charles III, dan kelak juga Pangeran Wiliam, selama itu pula rakyat Inggris akan tetap nyaman dengan sistem monarkhi. Kalau menjadi republik dan kepala negara (presiden) dipilih langsung oleh rakyat, seperti AS dan Perancis (juga Indonesia) akan rawan terjadi konflik horisontal. Dengan sistem monarkhi, konflik yang terjadi hanya terbatas di lingkungan politisi saja. Dengan sistem monarkhi, politisi akan mati gaya di depan raja atau ratu. Tidak demikian halnya dengan politisi di depan presiden. Rakyat Norwegia bersikap takzim kepada Raja Harald V, begitupun dengan rakyat Swedia terhadap Raja Carl XVI Gustaf, atau rakyat Denmark terhadap Ratu Margrethe II, serta rakyat Spanyol dan Belanda terhadap raja mereka.
Er Gham
Sudah menjadi raja, Charles III bisa saja melakukan investigasi ulang atas penyebab kematian mantan istrinya, Lady Di. Apakah murni kecelakaan atau ada dugaan pembunuhan terencana.
Sumber: