KDRT di Depok Caranya Unik
D: "Alhamdulillah kena tas duluan. Kalau langsung, mati dah saya."
Warga menolong D melarikan ke rumah sakit. Ditangani dokter. Jahitan lima.
Menurut D, pernikahan mereka dikaruniai anak satu. Semula, anak dibawa suami sejak pisah meninggalkan rumah, setelah Lebaran 2022. Kemudian, sebulan lalu, D bersama rombongan keluarga mengambil anak itu di tempat kos F.
Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno kepada pers, Senin, 7 November 2022 mengatakan, sudah ada laporan penusukan itu. "Motifnya, suami-isteri sudah pisahan, rebutan anak."
Sampai Selasa, 8 November 2022 pelaku masih dikejar polisi. Di tempat kos, tidak ditemukan. "Tapi, kami sudah tahu titik-titik pelariannya," ujar Yogen.
KDRT terjadi di mana-mana, dengan berbagai cara. Rata-rata pelakunya pria terhadap pasangan wanita, baik isteri atau pacar. Mengapa begitu marak?
Banyak teori menjelaskan KDRT. Teori lama menyebutkan, pelaku emosional, lalu kehilangan kontrol. Akhirnya menganiaya.
Untuk KDRT direncanakan, pelaku sengaja mabuk dulu. Supaya tega menyiksa isteri.
Itu disebut Teori Hilang Kendali. Digunakan terapis pada tahun 1980-an di negara-negara Barat. Tapi kemudian teori itu terbantahkan.
Prof Dr Ethel Klein dalam bukunya: "Ending Domestic Violence: Changing Public Perceptions/Halting the Epidemic" (1997) menyatakan, berdasar hasil riset yang diurai di buku itu, pria hilang kendali bukan penyebab Domestiv Violence (DV atau KDRT).
Klein, yang guru besar psikologi Harvard University, AS (1979-1984) menuliskan, pelaku DV selalu sangat sadar. Bukan emosional. Tindakan pelaku, bahkan sudah direncanakan dengan tenang. Target jelas. Strategi serangan, jelas.
Bahkan, pelaku KDRT secara reflek selalu berusaha menyembunyikan tindak penganiayaan. Selalu di tempat sepi, tanpa saksi. Jika di tempat ramai seperti kasus D, pelaku menusuk dalam jarak sangat dekat. Publik tak melihat, karena terhalang badan. Baru kelihatan ada darah muncrat.
Argumen Prof Klein ternyata sederhana. Jika DV disebabkan pelaku hilang kendali, pelaku DV tidak mungkin memukul, menyiksa polisi. Meskipun pelaku sangat emosional (hilang kendali) pada polisi.
Karena, meski hilang kendali, pelaku masih mikir dampak mukul polisi. Berat. Takut.
Contoh lain, pelaku DV ketika hilang kendali, pun tidak mungkin memukul bos, atasan tempat ia bekerja. Sebab, ia paham dampaknya berat.
Sumber: