Kertas Mati

Kertas Mati

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

"Setiap ekspansi besar perhitungannya matang sehingga membuat beliau sukses….secara tidak langsung saya banyak belajar dari beliau. Kita bekerja tidak ada kata tidak bisa jika ada kemauan..keinginan..mencari tahu. Kalau kita berusaha dan mau belajar pasti bisa..jadi jangan pernah berkata tidak bisa.. .ini motto yang selalu saya ingat sampai hari ini".

Dia tidak kaget mantan bosnya itu meninggal. Usianya sudah 76 tahun. Sudah sering berobat ke Singapura karena memang punya rumah di sana. Ia punya komorbid yang sama dengan kakaknya: gula darah.

Sang adik juga dikenal tidak mau menyusahkan orang. Maka ketika meninggal dunia jenazahnya minta dibakar saja. Itu pun cukup dilakukan di Singapura. Tidak usah repot mengurus jenazah pulang ke Indonesia. Kremasinya pun dilakukan hanya sehari setelah meninggal dunia.

Demikian juga poster digital berita dukanya. Sangat sederhana. Tidak menyebut di rumah sakit mana meninggal, tanggal 8 November itu jam berapa. Pun tidak menyertakan nama Vilia, istrinya.

Di Poster perkabungan itu juga tidak ada nama anak-anak, menantu, dan cucu. Tidak ada karangan bunga. Tidak ada rumah duka. Tidak ada yang melayat.

Yang lebih hebat dari sang kakak adalah: exit strategy bisnisnya. Ketika sudah tua dan sering sakit ia bikin putusan besar: pabrik kertas itu dijual. Pembelinya perusahaan Thailand. Grup Siam Cement. Salah satu produk Fajar Surya Wisesa adalah kertas kraft. Bisa dipakai untuk sak semen.

Harga jualnya sangat baik. Jauh melebihi untuk biaya ke surga: Rp 9,7 triliun.

Sang kakak biasa dipanggil Jin-jen.

Sang adik dipanggil Jin-guo.

Amitohu: dua-duanya sudah rukun kembali di surga Tuhan mereka. (*)

Komentar Pilihan Dahan Iskan*
Edisi 11 November 2022: Tengah Periode

Leong putu
Kulihat awan hitam kelam / Kubawa minyak ku siapkan petromax / Eehh Bung Bitrik mimpi apa semalam ? / Pagi ini kok dapat pertamax / … Selamat, selamat pagi. Salam

Muin TV
Nah, bagaimana cara mencetak dokter spesialis, yang kata Menkes Budi sangat minim. Mudah saja, APBN kita 20% untuk pendidikan. Kalau total Apbn kita adalah 3000 trilyun, ada kurang lebih 500 trilyun masuk ke kementrian pendidikan. Coba tempatkan 20 trilyun saja di bank-bank nasional atau Bank Jago lah (banknya Gojek) sebagai dana bergulir. Siapapun yang mau melanjutkan s1, s2, s3 atau ambil spesialis bisa mengaksesnya. Ya… mengajukan pinjaman untuk melanjutkan pendidikan. Setelah lulus dan bekerja bayar pinjamannya ke bank tersebut. Saya kira, dengan cara ini kita akan lebih cepat melahirkan doktor dan juga spesialis di bidang kesehatan. Tidak harus menunggu dapat beasiswa dari universitas luar negeri. Cara ini dilakukan Malaysia, untuk mendorong warganya kuliah di luar negeri. Cuma masalahnya, kalau sudah lulus dan gak bisa kerja, pusing juga mengembalikan duitnya. Hehehe…..

Muin TV
Karena susah login, ini untuk komentar tulisan kemarin. Menurut catatan Konsulat Malaysia di Pekanbaru, setidaknya setiap tahun ada 500.000 orang Riau yang berobat ke Malaysia Tujuan favoritnya adalah ke RS. Malaka. Kalau 1 orang pasien menghabiskan RM 1.000 saja, sudah 500 juta Ringgit devisa masuk dari orang Riau untuk negara Pak Cik Saman. Padahal, kalau orang sakit yang berobat, pasti tidak sendiri, minimal 2 orang. Bayangkanlah sendiri, berapa banyak duit keluar ke sana. Lalu, kenapa orang Riau lebih memilih berobat ke Malaka? Jawabannya adalah: pertama, pelayanan. Begitu kita mendarat di Bandara Malaka, sudah ada mobil jemputan dari RS. Malaka. Kita naik gratis. Siapapun naik mobil itu, gratis. Walaupun kadang tujuannya bukan ke RS. Malaka, tetap boleh naik dan gratis. Jarak dari Bamdara Malaka ke RS. Malaka, itu kurang lebih seperti jarak dari Bandara Sukarno Hatta ke RSCM. Yang kedua, pelayanan dokter. Diagnosa dokter di Malaka lebih presisi, ketimbang dokter di Pekanbaru. Suatu hari, tetangga saya masuk rumah sakit swasta besar di Pekanbaru. Sudah 2 hari dokter gak tahu apa penyakitnya. Begitu dibawa ke Malaka, ternyata demam berdarah. Aduuh… gini aja dokter kita gak tahu. Aneh. Akhirnya, dia telpon dari Malaka untuk melakukan fogging rumah. Dan dokter di Malaysia kalau berbicara apa adanya. Kalau memang penyakitnya bisa disembuhkan, ya… dia bilang bisa. Kalau memang gak bisa, ya.. gak bisa. Gak dibilang, "ya… kami sedang usahakan, sabar ya pak."

Agus Suryono
BIDEN DAN PUTIN DI ACARA G30 BALI BIDEN: Lho, anda jadinya datang mas Putin. PUTIN: Ya, iyalah. Kan udah janji ama mas Joko, waktu blio datang, nganter undangan. BIDEN: Terus bagaimana ini. Semua melihat kita. Semua sorot mengarah ke kita.. Anda apakah masih akan terus menyerang Ukraina..? PUTIN: Nanti kita salaman dan berpelukan saja. Semoga salaman dan pelukan kita, bisa menurunkan harga-harga. BIDEN: Lha soal Ukraina, anda masih akan menyerang..? PUTIN: Ah, itu kan di luar kendali saya. Jenderal saya bergerak atas ulah "lobby J" yang kita sama-sama tidak bisa kendalikan. Tapi sebenarnya, Anda bisa "minta kompensasi". BIDEN: Ya udah, nanti sepulang dari Bali, saya kontak "lobby J". PUTIN: Sebaiknya di tilp dari sekarang saja. Mumpung masih di Bali. Sebelum para anggota "lobby J" liburan akhir tahun.. BIDEN: Waduh, HP saya ketinggalan di kamar. Pinjam HP lu aja ya. Biar gak narik perhatian. Ini SIMCard Indonesia kan..

Sumber: