Ortu Bocah Korban Dugaan Kekerasan Kakak Kelas Belum Berniat Cabut Laporan

Ortu Bocah Korban Dugaan Kekerasan Kakak Kelas Belum Berniat Cabut Laporan

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

AMEG - Ibarat nasi sudah jadi bubur, Dewi Sulistyowati A (33), orang tua bocah SDN yang mengaku jadi korban dugaan tindakan kekerasan kakak kelas sendiri, MWF (8), belum berniat mencabut laporannya UPPA Polres Malang.

"Tidak ada niatan itu, mencabut laporan. (Kalau) ada permintaan maaf dari pihak sekolah, tapi Saya kok sedikit berat (menerima). Maaf. Biar ada pelajaran bagi sekolah, kasihan anak-anak lainnya juga," kata Dewi Sulistyowati, ditemui ameg.id di sela menunggui anaknya, MWF, di RSI Gondanglegi, Rabu (23/11/2022) malam.

"Ya, biar jadi pelajaran pihak sekolah, agar lebih perhatian pada anak didiknya selama di lingkungan sekolah. Karena anak-anak itu rentan jadi korban atau juga pelaku (kekerasan anak)," ulang Dewi.

Menurutnya, para guru dan kepala SDN 1 Jenggolo memang sudah berinisiatif membesuk anaknya di RSI Gondanglegi dan meminta maaf pada keluarga, pada Senin (21/11/2022) lalu.

Akan tetapi, ini dianggap keluarga Dewi cukup terlambat. Ia justru banyak mempertanyakan kurang tanggapnya pihak sekolah atas kejadian yang dialami anaknya, saat di sekolah sampai jatuh sakit dengan kondisi sempat koma.

"Kenapa kok kesannya dibiarkan, setelah ramai viral baru diperhatikan. Padahal, biasanya guru itu kan akan tanya jika anak didiknya tidak masuk sekolah sampai dia hari," ungkapnya kecewa.

Ia bahkan sempat meluapkan kekecewaannya, dan banyak menyebut adanya kelalaian dari pihak SDN 1, sehingga kasus yang dialami anaknya bisa terjadi. Bahkan, diangpapnya ada kesan pembiaran dan ketidakmampuan sekolah mengatasi lingkungan belajar di sekolah, karena kejadian seperti dialami anaknya sudah berulang kali.

"Saya pertanyakan semua, kenapa semua (kekerasan) bisa terjadi di lingkungan sekolah itu. Pengakuan anak Saya, sudah alami sejak kelas I, sering kejadian dan ada korban lain juga," sesal perempuan warga RT 06/RW 01 Jenggolo Kepanjen ini.

Ia mengakui, sebenarnya sudah menunggu iktikad pihak sekolah dan wali kelas anaknya datang, untuk setidaknya memastikan kondisi anak didiknya. Akan tetapi, hingga dua hari setelah sempat jatuh sakit, tidak ada satupun dari pihak SDN 1 Jenggolo yang datang.

"Saya sekeluarga sudah menunggu itikad baik pihak sekolahan anak saya, sampai dua hari setelah anak sadar kembali. Saya tunggu, kok gak ada yang datang," beber Dewi.

Padahal, beberapa hari sebelumnya melalui Babinsa Jenggolo ia sudah menyampaikan kondisi yang dialami anaknya ke pihak sekolah. Dewi bahkan mengaku, sudah mengirim pesan khusus kepada salah satu guru SDN 1, namun tidak mendapatkan tanggapan sama sekali.

Kuasa Hukum keluarga korban dari LBH Bhirawa, Ronald Budi Laksmana juga membenarkan, telah melaporkan dugaan kasus penganiayaan anak ke Polres Malang dan belum berniat mencabutnya.

Alasannya, tindakan kekerasan mengarah penganiayaan yang dialami korban MWF tergolong berat dan luar biasa, yang kerap terjadi berulang kali.

"Sesuai cerita yang Saya terima, kekejaman yang dilakukan (pelaku kekerasan) sudah berlebihan, melebihi batas kenakalan anak-anak, seusia mereka. Sudah sering terjadi, dan pihak sekolah tahu sebenarnya, pernah dipanggil anak bermasalah serupa tapi tetap terulang," beber Ronald.

Sumber: