Tersangka Pembunuh di Magelang Dinilai Pembohong
Anwari: "Dari ia kecil, saya mengajarinya mengaji. Anaknya itu sebenarnya apik. Orangtuanya juga apik. Tapi, sejak tamat SMA, lalu kecelakaan, ia tidak pernah ke masjid. Malah tidak pernah kelihatan salat Jumat."
Soal penyebab perubahan perilaku Dhio itu, Anwari mengaku tidak tahu.
Dhio tergolong sadis. Ia meracuni keluarganya dua kali. Hasil pemeriksaan polisi, kejadian pada Rabu, 23 November 2022, sekeluarga Dhio, kecuali Dhio, keracunan setelah minum es dawet. Abbas, Heri, Dhea, sampai berobat ke dokter. Sembuh.
Hasil interogasi polisi, Dhio mengakui, itu akibat ia memberi arsenik di es dawet keluarga. Yang minum Abbas, Heri, Dhea.
Senin, 28 November 2022 atau lima hari kemudian, tiga orang yang keracunan pada Rabu, keracunan lagi. Tewas. Hasil otopsi, tenggorokan sampai lambung para korban terbakar, akibat arsenik. Dhio mengaku, ia membeli arsenik via online.
Saat tiga jenazah korban hendak diotopsi, polisi minta persetujuan Dhio. Karena, pemilik wewenang izin keluarga tinggal Dhio. Maka, Dhio menolak otopsi. Tapi, karena pemilik wewenang adalah tersangka pidana terkait otopsi, maka penolakan Dhio tidak berlaku.
Dari situ bisa dinilai, Dhio paham posisi hukumnya di perkara ini.
Kalau motif pembunuhan berdasar pengakuan tersangka terbantahkan oleh keterangan Sukoco, lantas apa motif Dhio membunuh? Masih disidik polisi.
Prof Kent A. Kiehl dalam bukunya bertajuk "The Psychopath Whisperer: The Science of Those without Conscience" (Broadway, 2014) menyebutkan, banyak faktor penyebab pria remaja atau dewasa muda jadi pembunuh. Setidaknya ada tiga, berurutan:
1) Penghinaan dan frustrasi di masa kecil dalam perspektif pelaku. Artinya, pelaku merasa terhina sehingga frustrasi. Rasa hina dan frustrasi itu mengendap bertahun-tahun sampai ia remaja kemudian dewasa.
Itu dialami pembunuh berantai terkenal di Amerika Serikat, seperti Ted Bundy, Edmund Kemper, Jeffrey Dahmer, masa kecilnya diabaikan ortu.
2) Anak yang merasa tidak aman (terhina, frustrasi) mengagumi kekuatan pada orang lain. Bisa teman, publik figur, tokoh film, atau siapa pun, tapi bukan orang tuanya. Ia justru menghindari ortu.
Anak jenis ini akan mengidolakan orang dengan perangai kasar, pemberang, pemberontok. Hal ini sebagai kompensasi jiwanya yang terhina.
3) Idola pemberang, pemberontak, kasar, itu bagi si anak menjadi citra "tangguh" atau "keren". Maka ditiru.
Di situlah ia dapat jalan keluar mengatasi rasa frustrasi. Di situlah ia merasa pegang kendali. Balas dendam, dari perasaan terhina dan frustrasi di masa lalu, jadi berkuasa mengendalikan nyawa orang.
Sumber: