Alat Puruhito

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Liam Then
APBN 2022 sebesar 3.106,4 triliun rupiah, dengan penerimaan cukai rokok yang kurang lebih 5-6 persen dari APBN negara. Bisa di artikan rakyat indonesia yang merokok membiayai 5-6 persen APBN dengan merusak kesehatan mereka. Rp188 triliun pendapatan cukai rokok per November, jika di dollar-kan setara dengan 11,7 miliar dollar. Livelpool harganya "cuma" 5 em dollar. Ibaratnya perokok Indonesia belum genap 2022 habis, duit cukainya sudah bisa buat beli dua Liverpool , masih ada sisa 1 em dollar buat operasional. Unilever perusahaan blue chip basis Inggris , 129.33 em dollar nilainya. Bisa di ibaratkan , perokok Indonesia duit cukai 2022 nya bisa buat beli hampir 10 persen kepemilikan Unilever pusat. Yang forecast pendapatan usahanya stabil di 60 miliar dollar/ tahun selama lima tahun kedepan. Artinya jika duit cukai rokok 2022 di hemat, kemudian buat di belikan kemilikan saham Unilever hampir 9 persen, lumayan aman. Ada potensi menghasilkan buat 5 tahun kedepan. Dan tentunya , dengan pameo ada uang enak belanja, pemerintah bisa dapat duit heran saban tahun. Jadi bisa di belikan macam alat-alat rumkit canggih. Terakhir, duit rp188 triliun kalo dibelikan krupuk,mungkin bisa bikin seisi Tiongkok batuk-batuk.
Johannes Kitono
Kemarin pagi dapat wa call Pak Pry yang beruntung terpilih sebagai peserta Agrinex Camp di penghujung tahun ini. Beliau dapat bocoran dari mb Pipit Disway bahwa di kampung Agrinex tidak ada fasilitas air panas. Nah ini masalahnya, Pak Pry kalau tidak mandi air panas tidak bisa tidur. Tentu tidak seperti film 007 James Bond, dimana saat sang aktor kedinginan salah satu pemanasnya adalah memeluk cewek cantik lawan mainnya.Jadilah panas luar dalam dan bisa juga kepanasan. Saran buat Pak Pry, contohlah juragan disway ketika masih jadi sesuatu dan saat rapat dengan wakil rakyat di Senayan. Dibalik jaketnya selalu ada botol aqua yang berisi air hangat. Mungkin saat rapat yang umumnya hanya basa basi saja beliau membayangkan botol aqua yang hangat itu salah satu Bond's Girls.Jadi Pak Pry silahkan bawa botol aqua dengan berbagai ukuran.
Pryadi Satriana
Bukan begitu, saya sdh terbiasa mandi dg air hangat/panas, apalagi di musim hujan begini. Juga biasa menyediakan air hangat/panas utk diminum waktu terbangun tengah malam. Masuk angin atau pun air dingin untuk mandi bisa jadi masalah 'serius' buat saya. Diminta bawa teko listrik - masih dicek sama Mbak Pipit ketersediaan daya listriknya - dan juga termos. Lha ini kukira 'Kampung Agrinex' adalah 'kampung agro -wisata', lha ternyata kok 'kampung tenanan'? Lha gimana mau narik 'turis asing', lha wong 'turis lokal' ae 'maju-mundur' ngene? Memang sudah konfirmasi keberangkatan, tapi tokek di kamar saya berbunyi, "Ora … berangkat … ora …berangkat …". #nginep gratis, kondisi 'sak ada-e', masuk angin urusen dewe#
Johannes Kitono
Idealnya seorang direktur bukan profesi dokter. Tapi alumni Public Health atau FKM yang juga menyandang MBA. Karena bukan dokter tentu bukan anggota IDI dan tidak perlu sungkan sama para dokter senior. Nasibnya tidak akan seperti Dr Terawan Menkes yang dipecat oleh koleganya.Sebagai penyandang MBA tentu direktur bisa hitung efisiensi peralatan dan kapan paybacknya sehingga bisa investasi lagi alat baru yang lebih canggih.Tentu yang jadi masalah apakah ada penyandang SKM dan MBA yang bersedia jadi Direktur di RSUD ?
Andrie Bagia
Saya ingin ikut komentar abah. Ini komentar ketiga saya di disway. Saya penasaran apakah birokrasi pendaftaran-pelayanan-pembayaran RSUP sebagus swasta. Anak kedua saya sakit hingga harus dirujuk ke RSUD tingkat provinsi di Jawa Timur dan RS orthopedi rujukan nasional di Jawa Tengah. Kesimpulan saya sama: pelayanannya bagus, stafnya ramah, tapi birokrasinya mbulet dan rumit. Entah siapa penanggung jawab pembuat prosedurnya. Bagi orang sehat dan ada uang untuk transport mungkin bisa menjalaninya. Bagi yang tidak punya dua hal itu, rasanya sulit. Di RS Jawa Timur ini saya melihat suami istri umur 70-80 tahun berobat rawat jalan. Sang suami sakit dengan kursi roda didorong istrinya yang berjalan begitu pelan. Tidak ada yg lain membantunya. Hanya berdua. Tidak bisa dibayangkan jika harus rawat inap seperti anak saya yang pengurusan berkasnya seperti bola pingpong. Pindah dari satu ruang ke ruang lain, satu gedung ke gedung lain. Di RS Jawa Tengah, ada satu keluarga dari Jambi yang sudah 4 kali bolak-balik RS ini tiap minggu karena memang dirujuk ke sini. Biaya berobatnya tidak seberapa, ongkos pulang perginya bisa dihitung sendiri. Masalah kedua ini juga perlu kajian tersendiri.
Rahma Huda Putranto
Abah DI, mohon izin memberikan masukkan untuk tema tulisan esok hari. Ada fenomena menarik dalam persidangan Bharada E. Seorang filsuf sekaligus rohaniawan sekelas Romo Magniz bersedia menjadi saksi ahli. Tidak tanggung-tanggun, diberitakan dengan jelas. Beliau menjadi saksi ahli yang meringankan. Tentu ini kejadian yang menarik. Seorang begawan mau turun gunung. Pasti ada pertimbangan mendalam dari beliau. Mohon bisa dituliskan, bah. Saya yakin sesuatu di baliknya bakal menjadi pelajaran baik untuk kita semua.
Denny Herbert
Di Flores juga untuk operasi katarak, yg sebenarnya lebih sederhana dibandingkan open surgery lainnya, belum bisa.. kasihan sekali. Padahal tinggat katarak sangat tinggi di Flores bagian pesisir karena UVnya sangat tinggi.. jadi kebutaan dini sangat tinggi di sana. Bila sudah buta akhirnya produktivitas menurun dan menyusahkan orang lain karena harus dibantu… Mohon pemerintah bisa bantu masalah ini…
Alex Ping
Masalah kurangnya dokter spesialis lagi diatasi, muncul masalah kurang alat, kurang alat lagi dicarikan solusi sudah ribut pengelolaannya. Bahkan keputusan direksi seakan harus sama dengan keputusan dokter 'berwibawa'. Jika hal ini ditanyakan kepada seorang mantan gubernur, maka beliau akan menjawab dengan mudah: "Sebenarnya hal ini sudah saya analisa jauh sebelumnya, mana bisa menteri kesehatan mengatur rumah sakit, menteri kesehatan ya harusnya mengatur rumah sehat."
Jimmy Marta
Kalau SOP pemakaian peralatan saja sampai menkes yg buat, itu terlalu. Harusnya itu bisa dibuat kepala bagian medik nya RS. Paling tinggi sang Dirut nyalah. Jika di rumah sakit tsb ada keberpihakan pd spesialis tertentu untuk menguasai peralatan spesial, ambil langkah spt penunjukan menkes. Dirut nya dipilih bukan dari dokter. Ambil setingkat manager. Yg ahli manajemen.
Leong putu
Baiknya Pak mentri membuat aturan secara menyeluruh untuk rumah sakit. Mulai dari parkir, tarif parkir,cara parkir. Lanjut peraturan mengenai karyawan, usia karyawan, cara berpakaian, cara berbicara, cara melayani, semua hal yang berkaitan dengan karyawan dibuatkan Bapak menkes. Lanjut ke pelayanan. Antrian pasien, Rekam medik, rawat inap, tarif layanan, kamar rawat inap, poli rawat jalan. Apotek, lama antrian ambil obat, senyum petugas apotek. Semua di atur Pak Menkes. Lanjut kebersihan Rumah sakit, cat tembok, kebersihan WC , taman², larangan merokok di RS, kebersihan got, kebersihan dapur. Semua hal yang menyangkut kebersihan diatur Pak Menkes. Alkes, semua yg atur pak Menkes, sampai jadwal pemakaiannya pun harus seijin pak Menkes. Dokter juga harus diatur pak Menkes, jadwal kerjanya juga sekalian. Intinya, semua yang berkaitan dengan pekerjaan di rumah sakit pemerintah.diatur oleh pak Menkes. Agar kepala rumah sakitnya bisa lebih fokus. Lebih fokus melayani istri atau suaminya. … Akhirnya… Ini komen saya yang paling serius yang pernah saya buat, sambil ngopi sachetan bareng istri. Tanpa madu.
Jo Neka
Harga karcis.parkir juga ya om Leong..
Om Diki
sejak Indonesia merdeka, baru kali kali ini CDI menulis artikel yang bagus.
Yuli Triyono
Soal rebutan memang sudah kodratnya manusia, ada dimana-mana. Di Qatar kemarin rebutan bola, di sini rebutan alat kesehatan modern.
Jokosp Sp
Alatnya bisa canggih. Namun manusianya tidak bisa canggih. Kenapa harus Pak Menteri sampai turun tangan harus bikin aturan pemakaian alat. Bodoh sekali, kurang kerjaan, dan harus ribet seperti itu. Menguras banyak tenaga dan pikiran. Ayak - ayak wae kata orang. Sesederhana pengaturan di swasta. Kalau cukup oleh " Direktur " Rumah Sakit, kenapa harus sampai ke Menteri ?. Aturan dibuat untuk ditaati, bukan untuk dilanggar. Justru ada aturan siapapapun yang melanggar bisa kena sangsi atas pelanggaran itu. Alat dibeli dengan sangat mahal, itu harus produktif, harus maksimal jam pemakaiannya. Uang pembelian harus cepat kembali, dan sebelum depresiasi alat misal 5 tahun habis. Di swasta selalu memperhitungkan itu. Misal beli alat 5 milyar, maka akan dibagi 5 thn x 365 hari/ tahun x kerja alat misal 20 jam/ hari --> Rp 5.000.000.000,- : ( 5 Thn x 365 hari) : 20 jam/ hari = Rp 136.986,-/ jam. Swasta selalu mau untung untuk beli alat baru. Kemudian agar tidak ketinggalan teknologi maka tinggal ngalikan penjualan (sewa) per jamnya misal 4x lipat jadi Rp 136.986,-/ jam x 4 = Rp 547.944,-/ jam ( ini akan lebih besar misal dimasukkan biaya produksi termasuk di dalamnya biaya listrik, biaya spare part, biaya maintenance, dan biaya operator per jam ). Di swasta tidak ada yang sulit mengenai aturan. Jelas dan tegas. Pelanggar harus ada sangsi, termasuk yang tidak bisa mengoperasikan alat jadi produktif. Itu biasa disebut tidak kompeten. Ya dimundurkan, ganti orang lain. Semudah itu.
No Name
Kalo demikian halnya, tambah bbrp persyaratan utk menjadi Dirut RS ; 1. tidak memiliki/mengidap penyakit; jantung, paru, liver, ginjal , usus, THT, 2. Kadar gula & kolesterol normal, tidak hipertensi/ hipotensi Agar sang Dirut tidak berpihak ke salah satu kubu pemakai alat. Salam hormat dari Lombok
Sumber: