Hukuman Goreng

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
AnalisAsalAsalan
"Di mana ada kemauan, di situ ada jalan," kata pepatah. Jurusan teknik di UT? Mengapa tidak? Total praktikum S1 berapa kali sih? Paling sepuluh (10) kali. Kerja sama saja dengan kampus teknik di daerah terdekat. Namun, harus efektif dan efisien. Caranya: 1. Mahasiswa UT sudah melihat simulasi praktikum sebelumnya, bisa lewat software -- kalau ada -- atau video praktikum yang dibuat oleh asisten. Dengan demikian saat datang sudah separuh paham prosedur dan outputnya. 2. Waktunya saat kampus teknik terdekat liburan. Kalau mau efisien lagi, 2-3 praktikum dalam satu kali waktu liburan. 3. Mahasiswa teknik UT otomatis harus diseleksi, yang rumah/kosnya tidak jauh dari kampus rekanan. Perlahan-lahan UT bikin sendiri lab. Tentu ada skala prioritas, jurusan teknik apa yang dibuat dulu. Masalahnya di akreditasi. Seharusnya rendah (atau ditolak?) kalau tidak punya lab sendiri. Pimpinan UT bisa mengajukan klausul khusus untuk UT. Demikian usulan saya. Semoga bermanfaat. Amin.
Udin Salemo
Dari sudut pandang marketing UT ini layak punya tagline "Kami sudah berbuat sebelum yang lain memikirkannya." Ini terkait pembelajaran jarak jauh yang sudah dijalani UT sejak mulai berdiri. Tapi tagline itu akan kelihatan cupu bila disandingkan dengan Semen Padang. Semen Padang sudah menggunakan tagline itu jauh sebelum UT berdiri, bahkan sebelum UT ada dalam alam fikiran pendirinya. :) Semen Padang sudah berproduksi sejak 1910. Kalau mau ke kota Sanggau/ Enaknya jalan di malam hari/ Pendidikan murah dan terjangkau/ UT sudah memulainya sejak jauh hari/ #everyday_berpantun
Komentator Spesialis
Buat saya sekolah online ini bukan hal yang baru. Bahkan jauh sebelum masa pandemi, anak anak sudah saya sekolahkan online. Sungguh efisien dan efektif. Waktu tidak habis wira wiri untuk datang ke sekolah. Yang jelas potensi tawuran anak antar sekolah nihil. Orang tua juga tidak disibukkan dengan kegiatan persatuan orang tua murid. Sehingga waktunya bisa dimanfaatkan untuk belajar agama yang lebih dalam, belajar memulai bisnis dll. Kuncinya bisa dapat paket C dulu. Ini cukup belajar 1 tahun efektif lewat bimbel online. Lulus paket C, universitas ada buanyak pilihan. Dari universitas dalam negeri sampai manca negara. Kebetulan kami pilih International Open University (IOU). Universitas besutan Dr. Bilal Philips. Saat ini punya hampir 300 ribu mahasiswa di 224 negara. Termasuk Indonesia ada banyak mahasiswa. Kalau tidak salah juga sudah terakreditasi mendikbud. Ada acara kopdar ketemu darat pula untuk kuliah. Ujian ada lokasi exam center yang sudah ditentukan. Itu semua sudah saya lakukan sebelum masa pandemi.
Komentator Spesialis
Pertama kita harus merubah mindset. Jaman saya sekolah dulu, sekolah adalah identik untuk cari kerja. Maklum saat itu tuntutan ekonomi keluarga lebih dominan. Harusnya, sekolah itu untuk cari ilmu. Disamping cari relasi atau teman bergaul. Bicara dalam tataran ini, maka opsi sekolah online atau online tersedia. Tinggal dikaji mana yang efisien dan efektif dari sudut ilmu yang didapat, waktu dan biaya.
Kalender Lengkap
Untuk praktikum, bisa pakai metaverse. Jadi laboratoriumnya di bangun di dunia maya. Untuk tahap ujicoba, praktikumnya yang sederhana aja dulu.
amir faisol
Saya termasuk angkatan pertama di UT. Betul mutu sangat dijaga. Sampai ujian akhir harus saya tempuh dua kali baru lulus. Belajar agak lama karena bayar kuliah gantian sama anak yg di Universitas Negeri bukan UT. Terima kasih UT. Sukses selalu.
Saifudin Rohmaqèŕqqqààt
Sebenarnya mau kuliah atau tidak, sama saja. Karena sejatinya manusia butuh ilmu. Ilmu apa? Yaitu ilmu kebahagiaan. Bagaimana diri kita bisa bahagia. Contoh nyata, ada kawan mau cerai karena kasus selingkuh. Kawan saya itu sedih sekali dan menderita. Kemudian kita kasih ilmu bahagia. Yaitu mengubah masalah menjadi keuntungan. Dicoba dipraktekkan setiap hari. Praktek pun gratis, wong cuma mensugesti dirinya. Setelah beberapa minggu, apa yang terjadi? Kawan yang mau bercerai itu bilang sendiri, saya bersyukur dengan adanya kasus ini, ternyata kasus itu memberi banyak pelajaran kehidupan yg selama ini tidak didapatkan. Dapat kasus pusing, diubah menjadi rasa syukur. Dengan teori ilmu kebahagian.
Jhelang Annovasho
Ibu saya guru SD. Lulusan SPG. Saya mengalami masa dimana ibu mengambil D2 di UT. Waktu itu gelarnya A.Ma.Pd. (Ahli Muda Pendidikan). Saya tidak paham bagaimana ibu waktu itu mengatur waktu selain mengajar dan merawat kami, kami masih sangat kecil. Ketika akhir SMP, ibu melanjutkan ke UT dan mendapat gelar S.Pd.SD. Waktu itu titel gelar belum diseragamkan, untuk menghindari bias maka di belakangnya ditambah SD, spesialisasi pada pendidikan SD. Saya sebetulnya suka dengan format tersebut, karena gelar saya bisa ditulis S.Pd.Fis. Sarjana Pendidikan Fisika. Supaya tidak dikira S.Pd. guru agama. Kan saya kurang religius. Ibu betul-betul sungguh2 berkuliah. Tugas Akhirnya, berupa 2 buah Penelitian Tindakan kelas, masing2 3 siklus. Ibu menuliskan TA itu dalam puluhan lembar folio bergaris. Saya yg mengetik di komputer. Sambil belajar, sambil "kuliah" di UT.
Haris Karyadi
UT juga sudah ada program Doktor loh… S3 ilmu manajemen dan S3 Administrasi publik…sempet jadi mahasiswa angkatan pertama tahun 2020…hue he he. UT keren
Ahmad Zuhri
Di UT udah banyak prodi yg terakreditasi A, diantaranya Manajemen, Ilmu Hukum, Pajak, dll.. Disetiap kota/kabupaten biasanya ada Kelompok-kelompok Belajar (Pokjar) sebagai kepanjangan dari UT daerah.. nah biasanya yg kuliah nya ada porsi tatap muka diatur teknis pelaksanaan nya seperti apa, biasanya UT sewa gedung sekolah setempat pas hari libur/diluar jam sekolah untuk pelaksanaan nya.. Tidak ada Skripsi, tapi membuat Karya Ilmiah sebagai syarat kelulusan.. walaupun 'hanya' Karya Ilmiah saya harus revisi sampai 12x agar bisa memenuhi tingkat plagiasi maksimal 30% via Turnitin hehehe..
ALI FAUZI
Siang hari banyak burung kuntul/// Ngalor-ngidul cari janda bahenol/// Sudah lama Pak Pry tak muncul/// Alhamdulillah kini sudah nongol/// Kasihan itu si bahenol kehujanan/// Sepertinya perlu belaian dan suntikan/// Sekali nongol sanjung Pak Dahlan/// Padahal biasanya penuh kritikan///
Rihlatul Ulfa
Saat saya menaiki kapal menuju Lampung pada malam hari. saya lihat laut menjadi hitam dan yg saya pikirkan adalah. 'oh bunuh diri yg paling mudah adalah meloncat dari kapal ini, tidak membuat rumah/kost/hotel/apartemen menjadi angker. paling2 saya ditemukan setelah jasad mengapung atau mungkin sudah dimakan ikan. saya juga berfikir saat mencoba menjadi pembunuh. saat korban saya masukan karung dengan pemberat batu dan buang dilaut lepas. buktinya kasus aksyena yg meninggal didanau sekecil itu saja pembunuhnya tidak pernah terungkap. apalagi strategi saya itu wkwkk. ini hanya pikiran liar. :p
Mpok Dipa
Awalnya saya tanya ttg UT ke pak Zuhri, wkt itu buat anak teman yg baru lulus SMA. Ternyata anak saya yg lulus SMK berminat juga (mungkin dia lelah krn mau lanjut ke Fak yg sesuai ilmunya saat d SMK ga sampai sampai tabungannya). Akhirnya dia kuliah di UT sekarang sambil bekerja d hotel Raflles Kuningan. Semua dia biaya sendiri sampai membeli buku dan laptopnya hasil dari kerjanya. Thn ini harusnya anak yg no 1 lanjut S2 setelah S1 Sastra Prancisnya d Unnes kelar sekitar 5 th yg lalu. Kadarallah, sdh bayar pendaftaran, sdh bikin esai bebas utk syarat ujian masuk…eh giliran test masuk harus d RS krn DB. Hilang dah semuanya he he he. Semoga aja th depan masih punya semangat utk lanjut lagi, mumpung masing single dan punya biaya sendiri utk lanjut kuliah. Tinggal takdir Tuhan saja, mana yg lebih duluan menghampiri d tahun 2023 ini : Jodohnya atau pengumuman pendaftaran kuliahnya. Semangaaaat buat semua mahasiswa yg kuliah modal sendiri di seluruh negeri !!!!
Abd Qohar
Secara administrasi, UT memang sangat bagus. Tetapi praktek di lapangan perlu dikaji lagi. UT memang bagus dalam membantu dalam pemenuhan target bahwa guru harus sarjana (S1), dimana dulu mayoritas guru, terutama guru SD hanya lulusa Diploma (D3). Namun seiring perkembangan waktu, dan sudah banyak guru yang sarjana, UT menerima banyak mahasiswa dari lulusan SMA. Sebagian besar mahasiswa UT mengambil jurusan keguruan, terutama PGSD, yang nantinya akan menjadi guru SD. Pada pembelajaran di UT setiap semester hanya 8 minggu, biasanya Sabtu-Minggu, bisa secara Online, dan mahasiswa bisa lulus dalam 8 atau 9 semester. Kita bandingkan dengan kuliah di kampus reguler, tiap semester minimal 16 minggu, hampir tiap hari mahasiswa masuk secara offline. Mahasiswa bisa lulus 8 atau 9 semester. Banyak teori dan praktek pembelajaran serta sikap dan karakter yang harus dicontohkan dan dipraktekkan secara luring di ruang kelas. Bagaimana membuka pelajaran, mengelola kelas, mengaktifkan siswa dalam diskusi, mencontohkan sikap yang baik, dan sebagainya dipelajari dengan praktek secara luring. Ini penting karena mereka adalah calon guru yang nantinya akan mendidik siswa secara langsung/luring di kelas. Mungkin kalau pembelajaran di sekolah sudah online semua dan tidak perlu mengajari sikap/karakter secara nyata, maka mencetak guru model online tersebut bisa dilakukan, dan UT akan menjadi yang terdepan. Mohon maaf, ini hanya usul agar pendidikan di Indonesia bisa lebih baik, secara nyata..
balagak nia
Masuk STAN, Statistik sepakat pasti objektif karena pembelajarannya juga sulit & tidak semua orang mampu, kalo IPDN tdk yakin objektif krn kurang pintar pun pasti bisa ikut pembelajaran di IPDN. Waktu kasus Rektor Unila ditangkap, sempat terpikir orang tua yg memaksakan anaknya utk kuliah di kedokteran itu nekad. Tapi setelah dpt info, ternyata banyak juga kedokteran di univ2 yg menggampangkan siswanya lulus terutama jika mahasiswanya kebanyakan kurang pintar. Tapi kalau nekad masuk Kedokteran UI (contohnya) melalui jalur belakang & tidak ditunjang anaknye pintar, siap2 saja stress…akhirnya mundur….
Sumber: