Venna Melinda-Ferry dari Bucin Jadi KDRT

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Kamis, 5 Mei 2022 atau setelah dua bulan Ferry-Venna menikah, Venna melalui YouTube Intens Investigasi, mengatakan: "Abi (Ferry Irawan) cemburuan. Aku baru tahu dan kaget."
Dijelaskan, suatu saat Venna membuat vlog bersama seorang teman pria. Mereka duduk berjejer. Lantas Ferry mengusirnya. "Dia (Ferry) bilang: Minggir-minggir…"
Manusia tiada yang sempurna. Apalagi pasangan. Cuma kelihatan harmonis. Kondisi sebenarnya cuma pelaku yang tahu. Tapi KDRT melanggar hukum. Berdasar UU Nomor 23 tahun 2004, ancaman hukuman lima tahun penjara.
Richard J. Gelles dalam bukunya: "Violence in the Family: A Review of Research in the Seventies" (1980) di Amerika Serikat (AS) Domestic Violence (DV) atau KDRT sudah disoal para wanita sejak 1960-an. Tapi, jadi perkara hukum sejak 1970-an.
Hasil riset, penyebab pria meng-KDRT wanita, karena pelaku umumnya mengalami gangguan jiwa. Dipelajari dari psikopatologi, pelaku mengalami tekanan mental yang berat. Sehingga meledak jadi DV. Pelaku harus diterapi psikologis.
Namun kemudian terbukti, teori itu tidak benar. Hasil tes psikologi terhadap para pelaku, tidak mendukung teori tersebut.
Hasil riset berikutnya menunjukkan hal sebaliknya. Memang, ada pelaku yang mengalami gangguan psikologi klinis, tapi jumlahnya sangat kecil. Sehingga asumsi berdasar riset lama, dipatahkan hasil riset di waktu kemudian.
Michael Paymar dalam bukunya: "Building a Coordinated Community Response to Domestic Violence: An Overview of the Problem" (1994) menyebut, penyebab DV adalah siklus kekerasan. Kemudian terkenal dengan Teori Siklus Kekerasan.
Teori ini menyebutkan, bahwa pria sejak kanak-kanak dilatih ortu, guru dan lingkungan sosial, agar tidak gampang emosional. Maksudnya, jangan sedikit-sedikit ngambek. Lalu marah. Itu gaya perempuan.
Melainkan sebaliknya. Pria harus mampu mengendalikan emosi. Tenang menghadapi sesuatu. Kalem. Cool.
Sehingga, jika ada problem pasutri maka pria memendam rasa, menahan emosi. Kondisi itu berisiko. Tumpukan problem atau tekanan jiwa yang dipendam, lama-lama bakal tak kuat lagi ditahan. Sekali meledak, terjadi-lah KDRT.
Jadi, pria boleh pilih yang mana? Cuma dua itu pilihannya. Apakah gampang ngambek? Atau cool, tapi suatu saat meledak? Bisa juga kombinasi dua sikap kotradiktif itu. Atau ambil jalan tengah. Setengah ngambek, setengah cool. Bagaimana bentuknya, bisa dikira-kira sendiri.
Teori Siklus Kekerasan sering dipasangkan dengan sistem atau Teori Konflik Keluarga.
Menurut model ini, pria maupun perempuan sama-sama berkontribusi pada kekerasan dalam hubungan intim mereka. Disebutkan: "Perilaku menyerang salah satu anggota, dan kemungkinan terulangnya perilaku itu, dipengaruhi oleh tanggapan dan umpan balik dari anggota lain."
Teori Konflik Keluarga mengasumsikan, bahwa KDRT disebabkan kekerasan timbal balik. Perempuan memprovokasi pria, atau sebaliknya. Kemudian provokasi dibalas provokasi pula. Begitu seterusnya. Kian lama kian intens. Sampai meledak.
Sumber: