Banyak Konten Receh, Penyebab Pembagian Kue Iklan Tidak Merata
AMEG - Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana merespons pernyataan Presiden Joko Widodo soal dunia pers yang saat ini tidak baik-baik saja.
Salah satunya soal 60 persen belanja iklan media yang telah diambil oleh media digital, terutama platform-platform asing.
Yadi menilai secara ekonomi memang ada ketidaksetaraan antara pers dengan perusahaan teknologi global yang menguasai pasar distribusi konten secara dominan. Kondisi ini berdampak pada pembagian kue iklan yang tidak merata dan cenderung mengabaikan jurnalisme berkualitas.
"Karena konten-konten yang tersebar banyak konten-konten recehan," kata Yadi dalam keterangan tertulis seperti dilansir Tempo.co, Kamis (9/1/2023).
Kondisi ini, kata Yadi, perlu diatasi dengan aturan yang mengikat dan berdampak baik bagi perusahaan media lokal dan nasional. "Serta penekanan terhadap tersebarnya karya jurnalistik yang sesuai code of conduct," kata mantan Pemimpin Redaksi iNews ini.
Dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Deli Serdang, Sumut, Jokowi berbicara soal isu utama di dunia pers. Dalam pidatonya, Jokowi sampai dua kali menyebut kalau dunia pers saat ini tidak sedang baik-baik saja.
Dahulu, kata dia, isu utama adalah kebebasan pers. "Selalu itu yang kita suarakan. tapi sekarang apakah isu utamanya tetap sama? Menurut saya sudah bergeser, kurang bebas apalagi kita sekarang ini?" kata dia.
Jokowi menyebut pers saat ini mencakup seluruh media informasi yang bisa tampil dalam bentuk digital, di mana semua orang bebas membuat berita dan sebebas-bebasnya. Sehingga, Ia menilai masalah utama saat ini adalah membuat pemberitaan yang bertanggung jawab.
Lantas, Jokowi mengkritik fenomena banjir pemberitaan dari media sosial, media digital, dan platform-platform asing. Kepala negara menyebut media-media ini umumnya tidak memiliki redaksi atau dikendalikan oleh artifical intelligence atau kecerdasan buatan.
Selain itu, media-media ini dikendalikan oleh algoritma raksasa digital yang cenderung mementingkan kepentingan sisi komersial saja. Algoritma ini hanya mendorong konten-konten recehan yang sensasional.
"Sekarang ini banyak sekali, dan mengorbankan kualitas isi dan jurnalisme otentik," kata Jokowi.
Jokowi pun menyadari industri media konvensional menghadapi tantangan yang semakin berat, salah satunya terkait belanja iklan media. Jokowi menyebut 60 persen belanja ini telah diambil oleh media digital, terutama oleh platform-platform asing.
Kondisi ini kemudian membuat keuangan media konvensional akan semakin berkurang. "Larinya pasti ke sana (media digital asing)," kata kepala negara di depan sejumlah perwakilan industri pers yang hadir di lokasi.
Perkara belanja iklan hanya satu dari dua masalah utama pers. Menurut Yadi masalah lain ada pada kualitas pers, seiring dengan bertumbuhnya banyak media online. Pertumbuhan ini tidak dibarengi dengan kualitas jurnalis yang mumpuni.
Sumber: