Masa Pandemi Omzet Anggrek Capai Rp2 Miliar

Masa Pandemi Omzet Anggrek Capai Rp2 Miliar

AMEG - Sepanjang pandemi ini, petani dan pedagang anggrek, bisa tetap tersenyum lebar. Itu karena pemasaran anggrek tetap stabil. Bahkan cenderung naik hingga 100 persen. 

Petani sekaligus penjual anggrek Kota Batu, Dedek Setia Santoso mengatakan, penjualan sempat menurun di awal-awal pandemi. Tapi kembali naik di bulan ketiga pandemi.

‘’Bahkan dalam satu bulan bisa Rp2 miliar. Tapi seiring waktu, omzet sedikit demi sedikit mengalami penurunan. Tapi tetap di atas kondisi normal, yang mencapai Rp200 juta – 500 juta perbulan,’’ katanya.

Untuk menjaga penjualan tetap laris manis, Dedek membuat sekitar 150 jenis anggrek baru. Selanjutnya dipatenkan dan diregister. Dan anggrek tersebut sudah pasti berbeda dari yang lain.  Karena anggrek yang paling diminati, mulai dari bibit hingga yang sudah berbunga.

‘’Perbedaan tentunya mulai dari warna, bentuk, dan susunan. Jika anggrek bentuknya bulat-bulat, image-nya dari Thailand. Sedangkan kalau anggrek bulan dari Taiwan. Tapi kalau anggreknya kriting-kriting dan mlintir-mlintir, sudah pasti itu dari Indonesia,’’ katanya.

Selain terus mengembangkan varian anggrek, pihaknya juga terus mengembangkan spesies anggrek. Dengan tujuan, agar anggrek itu tidak punah dari alam. 

‘’Anggrek spesies itu contohnya lasianthera dan beberapa jenis anggrek lainnya. Yang memang benar-benar dilindungi di Indonesia. Agar tidak punah keberadaannya, kami terus membudidayakan anggrek yang dilindungi itu. Ketika ada even kami bagikan kepada masyarakat secara gratis,’’ ujarnya. 

Ia mengaku, untuk penjualan dalam negeri, dirinya sudah melayani seluruh kota di Indonesia. Selain pembeli dari Indonesia, peminat anggrek juga berasal dari luar negeri. Yang rela datang langsung ke Kota Batu, untuk membeli anggrek hasil budidayanya. 

Bagi pasar luar negeri, anggrek yang paling diminati seperti anggrek jenis dendrobium. Anggreknya kriting-kriting dan mlintir-mlintir. Dengan kisaran harga paling murah Rp 250 ribu, Rp 25 juta hingga Rp 40 juta. 

Tetapi karena rumitnya pengurusan proses ekspor, kata dia, pembeli luar negeri itu rela datang langsung ke Indonesia.

‘’Saat itu saya ingin pameran anggrek di luar negeri. Namun untuk membawa anggrek ke luar negeri, kami harus mengurus dokumen terlebih dahulu. Pengurusannya juga cukup lama. Sekitar tiga bulan,’’ ungkapnya. 

Karena itulah, hingga saat ini pihaknya belum bisa melakukan ekspor. Tapi kalau pembeli dari luar negeri datang langsung, tetap dilayani. Karena seluruh proses perizinannya, dilakukan pembeli itu sendiri.

‘’Sebelum pandemi, biasanya banyak pembeli dari luar negeri yang datang langsung ke sini. Namun sejak pandemi ini, tidak ada sama sekali yang datang,’’ kata Dedek. 

Diakuinya, saat pandemi ini, banyak permintaan dari luar negeri. Namun karena terbentur proses regulasi yang panjang, serta tidak sesuai dengan hasil penjualan, pesanan itu tidak dilayani.

Sumber: