Sadis, Perampokan di Jagorawi Ini
Pesanan berikutnya memang lewat WA. dilayani Suprapto, dan aman-aman saja. Pesanan ke tiga lewat WA lagi. Kali ini Suprapto dirampok. Pesanan perampok tidak terlacak di aplikasi taksi online itu.
Modusnya, para pelaku minta lewat Tol Jagorawi. Mereka sudah membawa nasi bungkusan, pas untuk mereka plus satu, buat Suprapto. Di rest area pelaku minta istirahat, makan.
Mereka makan, termasuk Suprapto makan nasi bungkus yang sudah disiapkan pelaku. Nasi Suprapto itu sudah dicampuri bunga kecubung. Mengandung skopolamin dan atropin (ditemukan di lambung korban).
Efek kecubung mirip narkotika, memabukkan. Menimbulkan halusinasi. Kejang-kejang.
Usai makan mereka berangkat lagi. Baru beberapa ratus meter melaju, setiran Suprapto oleng. Pelaku menggantikan kemudi. Suprapto sudah mabok berat. Saat itulah Suprapto ditinggal kabur. Mobil dilarikan perampok.
Suprapto dalam kondisi mabuk, ditabrak mobil lain. Sampai tubuhnya remuk. Di bagian ini tidak ada saksi. Penabraknya kabur, dan area itu tak terpantau CCTV.
Terbayang, kejamnya perampok. Tidak langsung membunuh korban yang gampang mereka lakukan. Melainkan membiarkan korban ‘main game kehidupan’. Akhirnya dihajar mobil lain. Padahal, korban juga bukan orang kaya. Memprihatinkan. Sekaligus memicu emosi publik terhadap perampok.
Peristiwa itu pastinya jadi pelajaran sopir taksi, atau pekerja apa pun. Sebagai antisipasi kemungkinan jadi korban perampokan. Masyarakat wajib mempelajari kronologi dan modus operandi. Biar selamat.
Prof Jack Katz dalam bukunya bertajuk: “Generating Compliance: The Case of Robbery” (1988) rujukan paling menarik, mempelajari pola pikir perampok.
Prof Katz adalah guru besar sosiologi di University of California in Los Angeles (UCLA) Amerika Serikat (AS). Buku itu hasil riset Prof Katz terhadap para perampok yang dipenjara.
Buku itu dianalisis dan diriset ulang (ke responden lain) oleh dua kriminolog AS, Richard T. Wright dan Scott H. Decker. Riset duo kriminolog itu dilakukan terhadap 86 perampok yang dipenjara juga, di St. Louis, Missouri, AS, 1994. Dipublikasi di Crimes of Violence edisi musim semi 1997.
Hasil dua riset itu mirip. Sama dan sebangun. Saya simpulkan demikian:
Tahapan strategi perampok ada tiga: 1) Pendekatan ke korban. 2) Pelaksanaan perampokan. 3) Rencana pelarian.
Tiga tahapan itu selalu direncanakan dengan matang oleh setiap perampok. Bagi perampok pemula, malah dilakukan simulasi berkali-kali. Sampai hafal. Tiga tahapan itu sama sulitnya, dalam bentuk dan tingkat kesulitan berbeda. Dengan satu tujuan: Menguasai harta korban. Bukan membunuhnya.
1) Pendekatan. Ada dua jenis: A) Lembut. B) Dadakan.
Sumber: