Sadis, Perampokan di Jagorawi Ini

Sadis, Perampokan di Jagorawi Ini

A) Pendekatan lembut. Perampok berusaha membangun kepercayaan korban kepadanya. Dengan harapan perampok, bahwa setelah korban percaya kepada perampok, maka tahap pelaksanaan perampokan jadi lebih gampang. Tanpa kegaduhan. Senyap.

B) Pendekatan dadakan. Perampok mau langsung pegang kendali situasi. Merobek mental korban. Dengan pamer senjata (api atau tajam). Semakin besar bentuk senjata semakin bagus.

Berdasarkan riset, ada perampok pemula pakai pistol kaliber 32 (peluru berdiameter 0,32 milimeter). Kecil. Praktis. Ternyata tidak ditakuti korban. Dikira pistol mainan. Akibatnya ambyar. Korban melawan. Perampok menembak korban, mati. Gaduh. Perampok akhirnya mati dikeroyok massa.

2) Pelaksanaan. Perampok berusaha membangun ilusi yang sama antara perampok dengan korban. Perampok berteriak tegas: "Ini perampokan… Jangan ubah jadi pembunuhan."

Ilusi yang sama artinya: Sebaiknya serahkan harta ke perampok, daripada nyawa hilang.

Di tahap ini, kalau terbentuk ilusi yang sama perampok-korban, maka perampokan sukses. Korban juga tidak mati atau terluka. Win-win-solution. Apa guna harta, kalau korban mati? Tapi perampok lebih menang.

3) Pelarian. Ada dua jenis: A) Perampok lari. B) Korban dipaksa lari.

A) Perampok lari, berisiko dikejar korban. Atau diteriaki maling. Mengundang massa. Semua perampok berpikir, bahwa korban tidak bakal diam. Pasti membalas. Sebaliknya bagi perampok, balasan korban mengakibatkan perampok mati (dikeroyok massa).

B) Korban dipaksa lari. Seketika itu juga perampok lari ke arah berlawanan. Ini mempercepat penjauhan jarak antara perampok-korban.

Ada perampok punya strategi memperlambat respon publik, atau polisi. Caranya membikin malu korban. Misal, ditelanjangi. Sehingga ada tenggang waktu cukup perampok melarikan diri.

Buku Prof Katz mengurai banyak hal dari teori sosiologi dan kriminologi. Tapi paling relevan terhadap kasus perampokan sopir taksi di Jagorawi, ya bagian materi di atas.

Korban Suprapto didekati perampok secara lembut (Teori 1A). Sehingga korban percaya pada perampok. Pada pesanan ke tiga, barulah dirampok. Di bagian ini perampok sekaligus menghindari pelacakan, seumpama menggunakan pesanan online.

Di tahap berikutnya, inilah kekejaman perampok. Mereka menjadikan satu paket antara tahap dua dan tiga. Langsung. Karena korban sudah tak berdaya. Mabuk.

Titik lokasi perampokan sangat strategis (dalam perspektif perampok). Jauh dari masyarakat. Malam. Sepi. Seandainya korban berusaha minta tolong pengemudi yang melaju kencang di tol, pasti dianggap orang gila.

Akibat perampok menyatukan strategi tahap dua dan tiga, korban mati secara mengerikan. Bisa Anda bayangkan, orang mabuk jalan kaki di jalan tol. Berusaha mencegat mobil lewat, ingin memberitahu bahwa ia habis dirampok.

Sumber: