Sebulan Penuh, Tarawih Selalu Penuh

Sebulan Penuh, Tarawih Selalu Penuh

Pesantren Jauharotul Hikmah (JeHa) berdiri saat Lokalisasi Jarak-Dolly sedang di puncak kejayaannya, tahun 2008. Belum ada wacana penutupan. Tempat hiburan malam justru mendapat izin dari dinas kebudayaan dan pariwisata (disbudpar).

***

“Shallu sunnatat tarawiihi rak'ataini jaami'atan rahimakumullah (Mari mendirikan salat sunah tarawih dua rakaat berjamaah),” seru Bilal Pesantren Jauharotul Hikmah, Jumat (30/4/2021) dengan suara lantang. Jamaah mulai beranjak dari duduknya. Siap-siap. Tarawih dimulai.

Empat santri putri datang terlambat. Mereka kebingungan memarkir sepeda motornyi. Tak ada tempat tersisa di Putat Jaya Gang IV B yang lebarnya tak sampai 2 meter itu. Salat sudah dimulai, sementara mereka harus memarkir sepeda motornyi agak jauh.

Imam sudah rukuk rakaat ke dua, kala mereka membuka pintu pesantren secara perlahan. Ternyata sudah tak ada tempat tersisa. Ruangan pesantren yang dibangun di eks wisma itu full. Hanya tersisa satu tempat di saf laki-laki. Sementara saf perempuan sudah penuh.

Mereka akhirnya cuma bisa duduk di bagian belakang. Mau tak mau harus menggelar tarawih sendiri, nanti. Setelah yang lain selesai.

Saat itu malam tarawih ke-19. Biasanya di pertengahan Ramadan jamaah tarawih di masjid dan musala berkurang separo. Bahkan bisa menyusut lebih besar. Miris, tapi lazim.

Namun, di JeHa tidak begitu. Jamaahnya bisa konsisten sebulan penuh. Baik tarawih berjamaah di JeHa Gang Dolly maupun JeHa Putat Jaya Gang IV B. Semua shaf terisi.

Salah seorang pendiri JeHa, M. Roffi’uddin, jadi imam rutin di JeHa Putat Jaya Gang IV B. Karena tempat terbatas, ia memosisikan dirinya di ujung kiri. Tidak di tengah, seperti pada umumnya. Dengan begitu, shaft untuk jamaah putri di bagian kanan bisa lebih banyak.

Ada sekat dari papan yang memisahkan jamaah putra dan putri. Perbandingannya satu banding dua. Jamaah putri lebih banyak. Sebab, ibu-ibu yang tinggal di sekitar pesantren ikut berjamaah di sana.

Suasana salat tarawih

Inilah gambaran Pesantren Jeha 2021. Santrinya sudah berlipat ganda jadi 225 orang. Jika digabung dengan komunitas Bonek Jarak Dolly Community (Bonjarlity) yang juga dibina, jumlahnya bisa jauh lebih besar.

Pukul 20.10 tarawih usai. Beberapa santri tak langsung pulang. Mereka mengambil meja lipat dan duduk berjejer. Setiap malam mereka menggelar khataman Alquran.

Santri Pesantren JeHa Daffa Azka Ibadurrahman (kanan) mengaji Al-Quran usai tarawih (30-4). Foto: Eko-Disway

Kami menghampiri Rofik yang belum beranjak dari posisi duduknya. Ia adalah satu dari empat pendiri JeHa. Dua pendiri lainnya adalah saudara kandungnya. Yakni KH Dr Moh. Nu’man yang mengajar di UINSA Surabaya serta Ustaz Mansyur Irawan. “Satu lagi Mas Nasih, sepupu saya,” ujar alumnus Pondok Gontor Angkatan 1997 itu.

Santri mulai melantunkan ayat-ayat Al Quran. Rofik mengajak kami pindah agar tidak mengganggu yang lain. Kakaknya, M Nu’man ada di masjid JeHa yang sedang dibangun di tengah gang.

Jaraknya 50 meter dari pesantren JeHa. Mereka membeli tiga eks wisma yang saling berdempetan, lalu membangunnya jadi masjid dan pondok putra. Masjid baru saja dikeramik, jadi kami bisa berkumpul di sana dengan lebih tenang.

Sumber: