Dian Covid Kedua
AMEG - ENAM bulan setelah kena Covid-19, Dian masuk rumah sakit lagi, Kamis lalu. Semula Dian tidak mengira akan kena Covid lagi.
Keluarganyi yang dokter pun hanya memberi Dian obat lambung.
Dian itu wartawan lama dan politisi baru. Nama lengkapnya Dian Islamiati. Kalau mau lebih lengkap lagi: Dian Islamiati Fatwa. Benar. Dian anak sulung AM Fatwa, politikus anti Soeharto sepanjang hidupnya. Keluar masuk penjara sudah biasa.
Saya kenal baik Pak Fatwa. Saya juga kenal Dian saat dia masih remaja. Dian ikut ayahnya ke Surabaya.
Dian lantas lama hilang dari Indonesia. Dia hidup di Australia. Menjadi wartawan radio dan TV ABC di sana. Bahkan Dian berhasil mencapai puncak karir sebagai direktur di situ.
Dua hari lalu saya telepon Dian. Tapi dia lagi dalam perawatan dokter. Minggu siang lalu saya telepon lagi. Dia batuk-batuk. Setiap mau bicara terbatuk. Dia coba lagi bicara, batuk lagi. Saya hentikan wawancara itu. Saya khawatir mengganggu kesehatannyi.
Saya pun kirim WA: apakah bisa wawancara lewat WA. Apakah itu tidak mengganggu kesehatannyi.
"Saya optimistis sembuh. Saya in good hands sekarang ini," tulisnyi di WA dari tempat tidurnyi di rumah sakit di Jakarta.
"Saya mulai tenang sejak opname, karena dalam pengawasan 24 jam. Dokter selalu memastikan bahwa saya akan sembuh," tulisnyi.
Sebagai wartawan, Dian memang seperti kipas angin –tidak berhenti bertemu siapa saja di mana saja. Pun di masa Covid ini. Terakhir Dian di Bogor. Ikut kursus tanam durian.
Sepulang dari Bogor Dian sakit tenggorokan. Hidung buntu. Seperti flu ringan. "Dua hari kemudian saya tidak puasa dan agak baikan, tapi mulai meriang, lalu positif. So quick!" tulisnyi menjawab Disway.
Dian memang suka kursus apa saja. Itu untuk memperkaya intelektualistasnyi. Sebagai wartawan Dian ingin selalu mengikuti perkembangan.
"Agar hidup punya sense of purpose," tulisnyi.
Kursus reiki pun dia ikuti. Juga kursus meditasi. Pun sampai kursus akuntan carbon credit. "Supaya hidup lebih menarik," tulisnyi.
Dia juga menjadi mentor anak-anak berkebutuhan khusus ketika masih Melbourne. Misalnya untuk anak autis, intellectual disable, down syndrome.
Dian tentu juga menulis kisah kembali terkena Covid di Facebook-nyi. Dia ceritakan bagaimana dia dijemput ambulans sampai pakai pengawal. Dian sempat bertanya kok pakai pengawal segala. Ternyata itu masalah teknis semata: sirine ambulansnya lagi mati. Maka Dian merasa nyaman di ambulans itu. Suara sirine kadang justru membuat pasien tertekan.
Apakah Dian punya komorbid? "Dulunya tidak. Setelah kena Covid Oktober lalu saya menjadi punya darah tinggi," tulis Dian pada saya. Pernah tekanan darahnyi sampai 191/100. Itu waktu baru masuk rumah sakit pakai ambulans tanpa sirine itu. Wow. Tinggi sekali. "Tadi sudah 140/92," tulisnyi Minggu sore kemarin.
Dian tidak tahu kenapa bisa terkena Covid lagi. Dia tidak pernah memeriksakan darah: apakah angka imunitasnyi habis setelah enam bulan sembuh dari Covid.
Sumber: