Dian Covid Kedua
Mengapa harus pulang?
"Untuk mengabdi ke negara sendiri. Juga untuk meneruskan perjuangan di bidang politik," ujar Dian mengenai isi wasiat itu.
Dian pulang.
Dia sempat merawat ayahnyi di rumah sakit sampai sang ayah meninggal 14 Desember 2017. Di usia 78 tahun.
Karir terakhir sang ayah adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Dapil Jakarta Raya.
Sejak itu Dian tidak balik ke Australia. Di samping tetap menjadi wartawan Dian mulai menjadi politisi –memenuhi wasiat sang ayah. Kini dia menjabat Wakil Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) –ayahnyi salah satu pendiri PAN dan aktivis Muhammadiyah. Pemilu yang lalu Dian mulai jadi Caleg PAN di dapil Jakarta.
Tapi gagal. Dia masih terlalu baru di lahan itu. Di Jakarta Utara nama AM Fatwa sangat terkenal –lebih terkenal dari di kampung asalnya sendiri, Makassar.
Dian terlihat cerdas ketika menjawab pertanyaan saya yang agak pribadi dan sensitif.
Itu soal perbincangan hangat di kalangan aktivis Islam garis lurus. Yakni tentang dua tokoh besar Islam: Prof Dr Nurcholish Madjid, sang pembaharu dan AM Fatwa, sang pembela kebenaran.
Putri Nurcholish Madjid kawin dengan seorang bule Yahudi di Amerika Serikat. Putri AM Fatwa akan kawin dengan seorang bule Kristen di Australia.
Dian itu 100 persen Fatwa –kecuali dalam memandang Xenophobia. "Di pandangan xenophobialah yang saya berlawanan dengan ayah," ujar Dian. "Tapi wajar. Exposure yang dihadapi ayah kan tidak banyak.
Sementara saya mendapat kesempatan berdialog, bertemu dengan orang dari berbagai belahan dunia sejak remaja," tulisnyi. Tapi perbedaan pandangan itu, kata Dian, justru lebih memberi makna. "More worldly," katanyi.
Apakah ayah marah waktu itu? "Enggak ha ha ha, ketakutan ayah saja," tulisnyi. "Bule juga manusia, ciptaan Tuhan," tambahnyi. (*)
Sumber: