Larangan Mudik Berdampak Pada Psikologis Masyarakat

Larangan Mudik Berdampak Pada Psikologis Masyarakat

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

AMEG - Mudik adalah tradisi atau budaya kearifan lokal bangsa Indonesia. Mulai Sabang sampai Merauke.

Mudik bisa diartikan sebagai pulang kampung. Bagi warga yang bekerja atau berdomisili di luar daerah asal.

Momen Lebaran menjadi momen yang pas untuk pulang kampung. Lantaran liburnya panjang. Kesempatan ini dilakukan untuk silaturahmi ke keluarga di kampung halaman.

Menemui orangtua, saudara tua atau famili yang masih ada di kampung. Ini sudah berjalan puluhan tahun. Namun, karena pandemi covid, tradisi mudik pun dilarang.

Talkshow Idjen Talk Radio City Guide, Rabu (5/5/2021) menghadirkan akademisi Sosiologi Fisip Universitas Brawijaya, Anik Susanti.

Anik mengatakan, larangan mudik mengganggu kondisi psikologi masyarakat.

"Sebenarnya, tradisi mudik sudah ada sejak zaman Majapahit. Ini menjadi ajang untuk mengobati rasa lelah, sedih dan rindu. Bagi masyarakat yang sedang merantau. Karena bisa berjumpa dengan keluarga," ujar Anik.

Dia tambahkan, mudik jadi ajang untuk sambang keluarga. Sekaligus berziarah.

Namun, jika memang mudik dilarang untuk tahun ini, maka perlu dipatuhi karena sudah jadi kebijakan dari pemerintah. Karena terkait pencegahan penyebaran covid-19. (yan)

Sumber: