Surabaya Survey Center: Milenial Berharap Segera Sekolah Luring

Surabaya Survey Center: Milenial Berharap Segera Sekolah Luring

AMEG - Sudah satu tahun lebih para pelajar dan mahasiswa di Indonesia harus belajar secara daring atau online. Melalui hasil riset yang dilakukan oleh Surabaya Survey Center (SSC), diketahui jika kelompok milenial ini sudah sangat berharap agar proses belajar mengajar di sekolah bisa kembali dilakukan dengan tatap muka atau luring.

“Sebanyak 77,4 persen responden kami berharap agar mereka bisa kembali belajar tatap muka atau luring. Sedangkan 19.3 persen masih merasa nyaman dengan pembelajaran daring, Sedangkan 12.7 persen memilih tidak tahu atau tidak menjawab,” kata Direktur Riset SSC, Edy Marzuki.

Hasil survei SSC  itu dirilis di hadapan awak media, Senin (12/4/2021) di Hotel Narita Surabaya. Temanya adalah ‘Gelagat Politik Milenial Jawa Timur’.  Menghadirkan tiga narasumber, Edy Marzuki (Direktur Riset SSC), Hari Fitrianto (Pemerhati Politik dari Unair) dan Surokhim AS (Peneliti Senior SSC). Dengan presenter Ikhsan Rosidi.

Sebagai informasi, penelitian SSC ini dilaksanakan dari tanggal 5-25 Maret 2021 di 38 kabupaten dan kota di Jatim. Sebanyak 1.070 responden dipilih menggunakan metode stratified multistage random sampling, dengan margin of error kurang lebih 3 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden disebut milenial di Jatim, karena mereka mewakili generasi usia 17 tahun hingga 38 tahun.

Harapan para mahasiswa dan siswa ini, menurut Edy Marzuki bisa dikarenakan karena beberapa faktor. “Mungkin mereka juga sudah jenuh dengan pembelajaran daring selama ini. Ingin ketemu lagi dengan guru-guru mereka, dosen mereka. Tentunya, skema pembelajaran luring harus segera dipikirkan masak-masak oleh pemerintah, agar tidak terjadi munculnya kluster sekolah kelak,” lanjut Edy.

Di sisi lain, pemerintah juga diminta segera menyelesaikan masalah pandemi hingga dampak yang muncul. Dalam riset yang dilakukan oleh SSC, terdapat beberapa temuan menarik terkait penilaian dari kalangan milenial kepada pemerintah. Salah satu di antaranya terkait masalah-masalah yang harus diberikan skala prioritas dan segera diurai oleh pemerintah.

“Tentunya, masalah pandemik beserta dampak yang muncul, menurut para milenial harus dijadikan skala prioritas. Masalah ini dianggap sangat mendesak bagi 49,4 persen responden. Saya rasa ini merupakan hal yang wajar, karena pandemik yang sudah satu tahun lebih ini memang mengguncang berbagai aspek kehidupan,” papar Edy.

Di posisi dua dan tiga, menurutnya, diduduki oleh masalah lapangan kerja dan korupsi. “Masing-masing dianggap mendesak oleh 12,2 persen dan 9,3 persen responden,” ujarnya. “Memang dua masalah itu yang sering disoroti dan jadi keluhan. Masih banyak pengangguran dan korupsi yang marak terjadi,” lanjut Edy.

Lebih lanjut dijabarkan, pengentasan kemiskinan dan masalah ekonomi serta hutang luar negeri berturut-turut berada di posisi 4 dan 5 untuk masalah yang harusnya butuh solusi mendesak. “Kalau di peringkat 10 besar masalah mendesak versi milenial ini ada pula soal pengendalian harga sembako, masalah pendidikan, masalah UMKM, masalah pertanian, dan masalah kesehatan,” pungkasnya. (yan)

Sumber: