75 Pegawai KPK Terancam Dipecat, Abraham Samad Mengaku Sedih
AMEG – Merebaknya info 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) terancam dipecat, menuai reaksi.
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, pun mengaku prihatin atas kondisi itu. "Ini sangat menyedihkan," tuturnya, saat menjadi narasumber dalam diskusi daring bertajuk "Dramaturgi KPK", di Jakarta, Sabtu (8/5/21).
Dia mengaku kenal persis dengan integritas pegawai KPK itu. Menurutnya, para pegawai KPK itu bukan tipikal yang kompromis dalam hal pemberantasan korupsi.
"Saya tahu persis, 75 orang itu dikenal tanpa kompromi memberantas korupsi, tanpa pandang bulu, dan orang-orang ini yang masih kita harapkan menjaga marwah KPK," tuturnya.
Sebab itu Abraham Samad menduga 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK dan terancam dipecat itu sebagai upaya dari menyingkirkan insan-insan KPK yang masih memiliki integritas. "Apakah itu memang ditujukan untuk menyingkirkan orang-orang ini?" dia balik bertanya.
Dia mengaku tak bisa membayangkan kalau 75 orang itu benar-benar harus meninggalkan KPK. “Maka KPK tidak akan seperti dulu lagi, KPK kehilangan marwah pemberantasan korupsinya," katanya.
Tak Perlu Seleksi
Masih di forum yang sama, mantan juru bicara KPK, Johan Budi, yang kini anggota Fraksi PDIP DPR RI, berpendapat, alih status pegawai KPK jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan konsekuensi logis dari revisi UU 30/2002 menjadi UU 19/2019 tentang KPK.
Atas dasar itu, TWK terhadap puluhan pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus dan terancam dipecat, justru tidak fair. "Kalau mau fair ya tidak perlu ada seleksi yang punya akibat seseorang harus diberhentikan," tegasnya.
Apalagi, sambung dia, puluhan pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK itu sudah belasan tahun di lembaga antirasuah, bahkan menyabet beberapa penghargaan.
Yang terpenting, menurut dia, rencana pemberhentian pegawai KPK tidak boleh semena-mena, semua harus berdasarkan pada UU. "Memberhentikan pegawai KPK itu basisnya UU, bukan alih status seperti saat ini," tegasnya.
"Berdasar UU, pegawai yang bisa diberhentikan itu yang melanggar kode etik berat, atau melakukan tindak pidana atau meninggal dunia atau mengundurkan diri, bukan dikarenakan alih status," jelas Johan Budi lagi.
Selain Johan Budi dan Abraham Samad, hadir juga pembicara lain, seperti pakar hukum pidana Prof Suparji Ahmad dan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Giri Suprapdiono, termasuk Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo dan Dosen UPH Emrus Sihombing.(ar)
Sumber: