Kalau Pecah, Biar Pecah Sekalian
![Kalau Pecah, Biar Pecah Sekalian](https://ameg.disway.id/uploads/JeHa1.jpg)
A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Jika ada preman kiriman, JeHa sudah siap. Santri JeHa menjalani ekstrakurikuler pencak silat Persaudaraan Setia Hati Pilangbango (PSHP). Kalau ada yang menyentuh JeHa, pendekar PSHP lainnya tak akan membiarkan saudaranya diganggu.
***
JIWA muda Rofik dan Nasih menggelora. Mereka sudah 10 tahun bersabar di lokalisasi. Kalau pun terjadi bentrokan, inilah saatnya. “Nek pecah, pecah mesisan (Kalau pecah, pecah sekalian),” ujar Alumnus Pondok Modern Gontor 1997 itu.
JeHa dan pengurus kampung beberapa kali bertemu. Diskusi berjalan alot. Pihak pemilik wisma tetap menolak pembangunan kanopi.
Alasan mereka dianggap JeHa tidak masuk akal. Jika ada yang diperbolehkan membangun kanopi melintang di tengah jalan, maka yang lain akan meniru. Tapi pakai kain. Kampung akan terlihat kumuh.
JeHa membela diri. Kanopi diperlukan untuk melindungi para santri agar tidak kehujanan. Toh, kanopi dibangun sangat tinggi sehingga tidak akan menghalangi lalu lintas kendaraan dan pandangan.
Saat konflik mulai memanas, Kiai Nu’man hadir mendinginkan. Ia menarik Rofik, adik kandungnya, dan M. Nasik, adik sepupu untuk bersabar. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah.
JeHa harus berjuang dengan cara cantik. Ia yakin bisnis prostitusi yang berkumpul di Putat Jaya IV B akan mati perlahan. Kehadiran pesantren bak obat herbal yang bekerja lamat-lamat. Tidak bisa cespleng langsung menyembuhkan kemaksiatan.
JeHa harus membeli satu per satu tanah yang dilepas pemiliknya untuk mengurangi juah wisma. Niat itu terasa dimudahkan.
Tak lama setelah kejadian itu, JeHa berhasil membebaskan wisma nomor 25. Dua tahun kemudian, wisma nomor 27 dan 29 juga di genggaman tangan.
Tiga eks wisma itu akan jadi masjid dan pondok putra. Jika sudah selesai terbangun, Nu’man yakin bahwa perjuangan menerangi Putat Jaya IV B akan lebih mudah. Sebab lokasi yang sudah mereka beli ada di tengah kampung. Markas utama musuh sudah dikuasai. (*)
Sumber: