Sebelum Tutup, Baku Hantam dengan Polisi
Bentrok yang dikhawatirkan itu akhirnya terjadi. Front Pekerja Lokalisasi (FPL) yang memblokade Jalan Jarak beradu fisik dengan ratusan anggota Samapta Polda Jatim 18 Juni 2014. Saat bentrok pecah, Pesantren Jauharotul Hikmah (JeHa) tetap buka.
*** RATUSAN anggota Samapta Polda Jatim diturunkan di Jalan Dukuh Kupang siang itu. Enam truk yang mengantar mereka langsung masuk ke halaman Gedung Islamic Center. Sejurus kemudian pasukan bergerak ke arah utara. Derap sepatu lars yang beradu dengan aspal mulai terdengar dari markas Front Pekerja Lokalisasi (FPL) di ujung jalan. Warga pro lokalisasi mulai merapatkan barisan. Blokade di ujung jalan diperkuat. Beberapa orang membawa balok kayu, siap-siap bentrok. Belasan perwakilan FPL maju, memperingatkan agar pasukan tak mendekat. Semua aparat tak boleh masuk ke kawasan Jarak-Dolly. FPL tidak mau lokalisasi ditutup malam nanti. Ini urusan perut. Akan ada ribuan orang yang kehilangan mata pencaharian jika lokalisasi ditutup. Sementara itu pemerintah pusat dan daerah belum menjangkau bantuan sosial bagi semua warga yang terdampak. Polisi tak mengindahkan permintaan mereka. Ratusan aparat yang membawa tongkat, tameng, serta memakai rompi anti peluru mendorong siapa saja yang menghalangi pasukan. Provokasi berubah menjadi aksi saling dorong. Bentrok tak terhindarkan. Seorang pekerja lokalisasi harus ditarik rekan-rekanya setelah mendapat bogem mentah dari petugas. Warga yang kalah jumlah dan persenjataan berhasil dipukul mundur. Mereka berlarian menyelamatkan diri. Kabar bentrokan itu menyebar luas ke anggota FPL. Ratusan aktivis langsung menyerbu lokasi bentrok. Jumlah pasukan FPL dan aparat jadi setara. Kapolsek Sawahan Kompol Manang Soebeti menengahi pertikaian itu. Pasukan Samapta Polda Jatim ditarik ke kantor Kelurahan Putat Jaya sampai situasi kondusif. Tiga hari sebelum penutupan, suasana sudah memanas. Pesantren sempat ragu menggelar kegiatan mengaji. Namun Pendiri sekaligus pembina JeHa Kiai M. Nu’man meyakinkan bahwa para santri akan aman. Tidak ada yang berani mengusik mereka. Ngaji tetap lanjut. “Sampai bentrokan pecah, kami tetap ngaji dan salawatan,” kata M. Nasih yang juga salah seorang pendiri JeHa saat ditemui Jumat (30/4) malam. Semakin malam, suasana semakin mencekam. Anggota FPL semakin banyak. Semua akses masuk ke Jarak-Dolly diperketat. Tak ada lagi musik dangdut koplo yang dinyalakan seperti malam sebelumnya. Lampu-lampu wisma dimatikan. Semua bisnis prostitusi tutup malam itu. Seluruh PSK dan pekerja lokalisasi berjaga di pos-pos penyekatan. Aparat yang ditunggu-tunggu di posko penyekatan tak datang. Mereka berjaga di Gedung Islamic Center Surabaya agar tidak ada yang mengusik acara deklarasi penutupan. Ada 107 perwakilan pekerja lokalisasi pro penutupan yang diundang hadir. Mereka menandatangani pernyataan sikap siap beralih profesi dan sepakat lokalisasi diberangus dari bumi Surabaya. Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Gubernur Jatim Soekarwo hadir mendampingi Wali Kota Tri Rismaharini malam itu. Mereka memberikan bantuan sosial secara simbolis ke perwakilan warga. Malam itu, pemerintah sukses menutup lokalisasi Jarak Dolly. Santri dan pengurus JeHa turut bersyukur. Peluang menjadikan Jarak Dolly sebagai bumi santri semakin terbuka lebar. Mereka sadar bahwa impian itu tidak instan. Apalagi FPL terus menolak keputusan pemerintah tersebut. Di atas kertas, Dolly sudah tutup. Faktanya wisma tetap buka. Aparat tak langsung bertindak setelah deklarasi penutupan. Peluang ini dimanfaatkan FPL untuk menunjukkan sikap perlawanannya. Mereka mengundang semua pelanggan untuk tetap datang. Keamanan mereka akan dijamin. Lokalisasi baru akan tutup, 26 Juni atau sebelum memasuki bulan puasa. FPL memasang spanduk di berbagai titik. Mereka menginformasikan bahwa Dolly masih buka. Namun jumlah pengunjung menurun drastis. Laki-laki hidung belang tak mau datang. Mereka khawatir digerebek saat bermesraan dengan kupu-kupu malam Dolly. Sementara itu pemkot membuka posko bagi seribu lebih PSK yang mau dipulangkan. Mereka hanya diberi waktu lima hari. Yang tidak mengambil kesempatan itu tidak dapat jatah. Di waktu yang sama, ormas Islam sudah siap menghimpun kekuatan. JeHa ada di dalamnya. Mereka sudah siap-siap menghadapi situasi terburuk: pemberontakan warga pro lokalisasi. (Doan Widhiandono-Salman Muhiddin)
Sumber: