Sebaliknya, jika wanita berkontribusi 70 persen ke atas, juga kecil kemungkinan selingkuh. Tapi, kalau di bawah 70 persen, apalagi sampai nol (ibu rumah tangga murni) ada kemungkinan selingkuh. Hanya 4 persen.
Intinya, semakin rendah berkontribusi keuangan untuk hidup bersama, semakin tinggi kemungkinan selingkuh.
Hasil riset ini mengejutkan Prof Munsch. Seolah un-logic.
Tapi, hasil riset itu juga menemukan jawaban atas keheranan Munsch. Begini:
Munsch: “Baik pria, maupun wanita, membenci ketidaksetaraan dalam hubungan mereka.” Artinya, pria-wanita sama-sama menuntut kesetaraan dalam kontribusi keuangan bersama.
Siapa yang berkontribusi kecil (apalagi nol), merasa jadi pecundang. Akibatnya frustrasi. Akhirnya (kemungkinan) selingkuh.
Hasil riset Prof Munsch itu, sama sekali tidak bisa diterapkan di Indonesia. Karena, kondisi sosiologis di sini kebalikan dengan di Amerika pada saat penelitian itu (2001 - 2011).
Buktinya, tiga kasus di atas. Kusnaedi pengangguran, diceraikan, malah membunuh isterinya. Tentu, maunya bergantung makan pada isteri. Heru, malah maunya meniduri, sambil merampok F.
Jadi, kualitas moral pria Indonesia lebih rendah dibanding Amerika (atas dasar riset Prof Munsch). Adagiumnya: “Kalau bisa morotin, mengapa harus memberi?” (*)