Adu Big Data yang Sama-sama Zonk

Rabu 16-03-2022,11:29 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Djono W. Oesman

PAN yang semula oposisi keras pemerintah, kini malah mendukung Big Data Luhut, tunda Pemilu. Rapat barisan dengan Luhut.

Dirunut ke belakang, simbol politik berantakan, dimulai pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Sabtu, 13 Juli 2019 di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Lalu, Jokowi dan Prabowo sama-sama naik MRT dari Stasiun Lebak Bulus menuju Stasiun Senayan, Jakarta Pusat. Dilanjut, mereka makan bersama di restoran di pusat belanja, dekat Stasiun Senayan. Akrab banget.

Rabu, 23 Oktober 2019, Presiden Jokowi melantik Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan RI, periode 2019 - 2024. Pelantikan di Istana Negara.

Di situ, simbol politik yang membuat rakyat Indonesia nyaris terbelah, bahkan dengan doa spektakuler Neno Warisman di lapangan Monas, Jakarta Pusat, ambyar sudah.

Rabu, 23 Desember 2020 Presiden Jokowi melantik Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Istana Negara.

Lengkaplah. Simbol Prabowo-Sandi, tangan menggenggam dengan telunjuk dan ibu jari terbuka, tak berlaku lagi. Musnah ditelan zaman.

Itu hebatnya pemerintah. Entah siapa perancangnya. Tapi, yang tampil adalah Presiden Jokowi. Dalam memberikan pendidikan politik kepada seluruh rakyat Indonesia. Agar tidak terbelah. Agar berdamai.

Walau tak terucap, Presiden Jokowi seperti mengajari rakyatnya: "Dukung-mendukung jangan seru-seru. Biasa saja. Mundhak mati kaku, kamu."

Ditafsirkan lebih dalam: Rakyat jangan mau dimanfaatkan politikus busuk. Yang sedang berdagang. Memberi kaos dan nasi bungkus ke rakyat. Dapat cuan: Kekuasaan.

Karena, "Power tends to corrupt, and absolute power, corrupt absolutely," kata Lord Acton (1834 - 1902) Guru Besar Sejarah Modern dari Cambridge University, Inggris.

Dalam perspektif politikus: Beli kaos dan nasi bungkus, jual 'tends to corrupt'.

Persoalannya, merujuk data Badan Pusat Statistik, hasil sensus penduduk 2020, rata-rata lama sekolah rakyat Indonesia adalah 8,7 tahun. Atau, tidak sampai kelas 9. Atau tidak sampai tamat setingkat SMP.

Nah, rerata tak tamat SMP, diombang-ambing oleh isu penundaan Pemilu 2024. Ya… Pusing-lah kepala barbie. Sedangkan, jumlahnya ratusan juta orang.

Maka, dalam perspektif rakyat, semestinya hanya menonton, persilatan lidah para politikus soal itu. Jangan ikut bicara (di medsos). Jangan ikut bergerak (demo).

Sebab, mau Pemilu ditunda atau tidak, tukang ojek ya… tetap ngojek. Gak mungkin (Pemilu tepat waktu, atau ditunda) mendadak berubah jadi direktur bank. Cak Mu'in. Tidak mungkin.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler