"Anda tahu beliau? Tinggal di kota ini?" tanya saya.
"Beliau di Simpang Duo, Kabupaten OKU Selatan. Tapi hanya dua jam dari Baturaja ini. Asal bisa bertemu beliau mau berangkat ke sini," katanya.
Tentu saya mau sekali. Apalagi, putri beliau, dari istri sambungan, tinggal di Baturaja.
Keesokan paginya, seusai senam dan kuliah umum di Universitas Mahakarya, saya ke rumah putri Mas Husein itu. Beliau sudah di rumah itu. Menyambut saya di halaman. Sebenarnya saya agak pangling dengan beliau.
Tapi dari postur tubuhnya saya yakin itulah Mas Husein yang muda dulu. Saya peluk ia. Erat sekali. Lama sekali.
Mas Husein kini sudah berumur 74 tahun. Sudah lama pensiun. Tinggal di desa kelahiran di Jagaraga. Punya kebun karet. Ladang jagung. Jadi pemuka agama.
Dari cerita beliaulah saya baru tahu masa-masa akhir hidup kakak saya.
Inilah ceritanya: Setelah delapan bulan ditinggal ke Jambi, kakak berhasil mengurus surat pindah ke Jambi. Dari Madiun kakak naik bus ke Jakarta. Lalu naik bus lagi ke Lampung. Dari Lampung naik bus lagi ke Martapura (kini masuk Kabupaten OKU Timur).
Dari Martapura kakak naik kendaraan umum ke Simpang Duo. Lalu ke Jagaraga. Ke mertua. Itulah kali pertama kakak ke rumah mertua. Sambil membawa cucu.
Dari Jagaraga kakak ke Palembang. Lalu ke Jambi, menyusul suami.
Di Jambi kakak mengajar agama di salah satu SD. Mas Husein bekerja di kantor agama kota Jambi.
Ternyata baru sebulan di Jambi kakak sakit. "Sakit maag," ujar Mas Husein. Saya pun bertanya lebih detil tentang sakitnyi kakak. Mas Husein tidak terlalu tahu soal penyakit. Semua terserah dokter. Yang jelas kakak dimasukkan rumah sakit. Sampai satu bulan. Muntah darah. Lalu meninggal.
Berarti hanya dua bulan saja kakak hidup di Jambi - -itu pun yang sebulan di rumah sakit. Dari muntah darahnyi itu saya berkesimpulan: kakak sakit liver. Persis seperti yang saya alami di kemudian hari.
Saya bisa membayangkan betapa kakak harus menyesuaikan diri hidup di Jambi. Dari seorang aktivis yang sangat 'kosmopolit' menjadi guru SD di Jambi.
Dari Mas Husein pula, minggu lalu itu, saya bisa mendapat dua foto lama kakak saya. Begitu lama saya memandangi foto itu. (*)