Poker Bluffing Luhut vs Haris Masuk Babak Baru

Senin 21-03-2022,12:12 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Djono W. Oesman

Sabtu, 19 Maret 2022, atau tujuh bulan sejak tayangan YouTube Haris, 20 Agustus 2021, Polda Metro Jaya menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka.

Mereka dijadwalkan diperiksa di Polda Metro Jaya Senin, 21 Maret 2022. Mulai pukul 10.00 WIB. Entah, langsung ditahan atau tidak.

Alasan penyidik menahan tersangka, ada dua: 1) Agar tidak menghilangkan barang bukti. 2) Agar tidak melarikan diri.

Alasan nomor satu, sudah gugur, karena barang bukti tayangan YouTube, ada di tangan penyidik. Juga, para saksi dan saksi ahli, sudah di tangan penyidik. Tinggallah alasan nomor dua. Sepenuhnya kewenangan penyidik Polri.

Ada meleset paham, di sini. Dalam perspektif Haris-Fatia, bahwa di negara demokrasi Indonesia, semua orang bebas berbicara, termasuk melontarkan kritik. Terhadap siapa saja, termasuk pejabat tinggi negara.

Kebebasan berbicara di Indonesia dijamin Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28. Bahwa, semua warga negara bebas mengeluarkan pendapat. Baik lisan maupun tulisan, tanpa takut-takut.

Sebaliknya, tidak ada kebebasan absolut, di dunia dan akhirat. Bebas mutlak. Tidak ada. Bahkan, di negara paling bebas se-dunia (Amerika Serikat) pun, tidak berlaku kebebasan absolut.

Di Indonesia, UUD 1945, Pasal 28G menyatakan: Kehormatan dan martabat orang, merupakan hak konstitusional. Dilindungi UUD 1945, juga.

Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, yang merupakan hak asasi.”

Jika Haris-Fatia bermaksud mengkritik Luhut dengan materi 'Lord Luhut', sesuai konstitusi, harus disampaikan melalui pers.

Seumpama mereka tidak percaya pada pers Indonesia, lalu bersikukuh menggunakan medsos, ya… bisa juga meniru prosedur pers dalam menyajikan kritik. Berjuang lebih berat. Tunduk pada Teori Dialektika karya Hegel: Tesa, anti-tesa, sintesa.

Urutan harus ditaati: 1) Data. 2) Konfirmasi 3) Publikasi. Sedangkan, Haris-Fatia mengabaikan urutan nomor dua. Langsung meloncat ke publikasi.

Seandainya, Haris-Fatia berperan sebagai jurnalis, meniru cara jurnalis profesional bertugas, mendatangi rumah Luhut, untuk konfirmasi, itulah cara yang benar.

Apalagi, andaikata, di rumah Luhut mereka berjumpa dengan anak-cucu Luhut. Yang lucu dan menggemaskan. Pasti, lain cerita.

Ulasan di atas ini, sekarang sudah jadi masa lalu. Nostalgia. Ibarat poker bluffing, sudah berlalu. Masuk tahap berikutnya. Konflik hukum sudah dimulai. Sekaligus jadi tontonan publik, yang belajar demokrasi. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler