Akhirnya, IDI (Ikatan Dokter Indonesia) diminta bubar. Oleh dua Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago dan Rahmat Handoyo. Di rapat Komisi IX DPR RI, Senin (4/4). Apakah ini mengikat? Jika tidak, apalah guna?
***
PASTINYA , itu imbas IDI memecat Dokter Terawan Agus Putrato, mantan Menteri Kesehatan RI. Dari status sebagai dokter. Dan, otomatis dilarang praktik dokter.
Pertimbangan Irma Suryani soal minta IDI dibubarkan, ada dua.
Pertama, kasus pemecatan dr Terawan. Yang terus heboh berhari-hari terakhir ini.
Kedua, ada 2.500 dokter muda yang tidak dapat izin pratik dari IDI. Sehingga menganggur. Atau tidak jadi dokter. Padahal mereka pemegang ijazah dokter, dari universitas yang sah, terdaftar di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud.
Irma: "Bubarin saja IDI. Ngapain, cuma organisasi profesi kok. IDI itu cuma memberikan rekomendasi. Sama dengan Komisi IX DPR RI, kami tidak bisa memberikan sanksi ke pemerintah. Hanya memberikan rekomendasi. Boleh dipakai boleh tidak."
Sedangkan, keputusan IDI bersifat mutlak. Mengikat secara hukum. Untuk memecat atau tidak memecat dokter. Membolehkan atau melarang, dokter yang baru lulus untuk praktik dokter.
Dilanjut: "Ada 2.500 dokter muda yang tidak lulus uji kompetensi IDI tahun ini. Mereka bakal menganggur."
IDI sebagai organisasi profesi, mestinya melakukan pembinaan terhadap semua dokter. Juga membimbing dokter muda baru lulus, agar bagaimana caranya mereka bisa praktik dokter. Bukan menyetop.
Kini IDI menghambat 2.500 orang lulusan fakultas kedokteran, menjadi dokter. Nah, apa gunanya universitas-universitas meluluskan ribuan orang itu?
Irma berpendapat, IDI tidak menjalankan visi misi organisasi keprofesian. IDI tidak mensejahterakan anggota sejawat.
Organisasi profesi mestinya membina dan mengembangkan kemampuan profesi anggota.
Terapi cuci otak (Intra-Arterial Heparin Flushing - IAHF) karya Terawan mestinya dibina IDI. Ini sudah dirasakan manfaatnya oleh 40.000 pasien sejak 2005. Termasuk para tokoh: Prof Mahfud MD, Dahlan Iskan, Aburizal Bakrie, Jenderal Purn Hendropriyono, dan banyak lagi.
Terapi IAHF sudah diuji Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, dan lulus. Itu ditentang anggota MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) IDI, Rianto Setiabudy kepada pers, menyatakan, para pembimbing di Unhas tahu ada kekurangan.
Rianto: "Saya duga, mereka tahu weakness ini. Cuma mereka terpaksa meluluskan Terawan. Karena konon ada tekanan eksternal."