Disadari atau tidak, pendapat Arief Poyuono itulah yang dilakukan di Amerika Serikat (AS) sekarang.
Dikutip dari US Legal: Negara-lah (AS) yang memiliki kekuasaan untuk mencabut izin praktik kedokteran yang diberikan kepada dokter untuk tujuan yang baik.
Disebut: "Kekuasaan negara untuk mencabut izin praktik medis, berasal dari kekuasaan kepolisian umum untuk menetapkan semua peraturan yang wajar yang tentu mempengaruhi kesehatan, keselamatan, dan moralitas masyarakat."
Pencabutan izin praktik dokter dilakukan, antara lain, jika dokter yang bersangkutan melakukan tindak pidana, pelanggaran medis, atau berperilaku tidak patut dari sisi moralitas secara umum. Pembuktian pelanggaran, sekaligus pencabutan izin dokter, dilakukan melalui sidang di pengadilan.
Hakim di pengadilan berpendapat, bahwa tujuan pencabutan surat izin praktik dokter bukan untuk menghukum dokter. Melainkan untuk melindungi masyarakat (Younge vs State Bd. of Registration for Healing Arts, 451 S.W.2d 346 - Sbd 1969).
Dicontohkan, misalnya, dalam satu kasus, Dewan Kedokteran menemukan bahwa seorang ahli akupunktur, yang bukan seorang dokter, dengan curang dan menipu menggunakan lisensinya dengan menambahkan inisial “MD” (Medical Doctor) setelah namanya (gelar) pada sertifikat pendaftaran akupunktur dari yurisdiksi lain.
Maka, hakim di pengadilan bisa mencabut izin praktik akupunktur, yang mengaku dokter itu. Setelah melalui pembuktian hukum yang sah (Faulkenstein vs District of Columbia Bd. of Medicine, 727 A.2d 302 - D.C. 1999).
Di Indonesia, apakah perlu disamakan dengan AS? Atau tetap dengan model sekarang?
Kamis, 31 Maret 2022, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly kepada pers, mengatakan, akan merevisi aturan terkait kewenangan IDI.
Yasonna: "Kami akan mensinergikan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran."
Dengan begitu, IDI tidak berwenang mencabut izin praktik dokter. Juga, IDI tidak berwenang memberikan izin praktik dokter, bagi dokter yang baru lulus. Semua kewenangan tersebut ada di negara.
Yasonna: "Saran kami, dan saya mendapat support cukup banyak, dan saya berbicara dengan banyak pihak, saya kira revisi undang-undang ini perlu."
Sedangkan, IDI tetap ada. Fungsinya meningkatkan kualitas dan pelayanan dokter.
Dari kasus pemecatan Terawan, terungkap semua. Betapa rapuh aturan dalam bidang ini. Sejak dulu. Sejak Indonesia merdeka 77 tahun lalu. (*)