The Crowd: "Perilaku ini berasal dari ketidaksadaran bersama yang kuno dan karena itu sifatnya tidak beradab. Itu dibatasi oleh kemampuan moral dan kognitif dari anggota yang paling tidak mampu."
Le Bon percaya, bahwa kerumunan bisa menjadi kekuatan yang sangat kuat hanya untuk kehancuran.
The Crowd: "Anggota kerumunan merasa, bahwa rasa bersalah mereka terkait hukum, berkurang. Karena, mereka paham, polisi bakal kesulitan dalam menuntut anggota individu dari massa."
Maksudnya, jika individu diperiksa polisi atas pelanggaran hukum, mereka bisa berkilah: "Yang melakukan bukan hanya saya. Tapi, semua orang."
Singkatnya, individu yang tenggelam dalam kerumunan kehilangan kendali diri ketika "pikiran kolektif" mengambil alih. Sehingga, membuat anggota kerumunan mampu melanggar norma-norma hukum dan sosial, dengan entengnya. Memukul, menendang, melorot celana Ade Armando.
Di kasus ini ada mis-komunikasi. Ade sudah mengatakan kepada wartawan, bahwa ia mendukung demo tersebut. Membela aspirasi mahasiswa pendemo. Lalu, beberapa menit kemudian ia keluar Gedung DPR, mengikuti rombongan Kapolri.
Sementara, ucapan Ade itu belum sempat dimuat media massa. Dan, kerumunan pendemo belum sempat baca berita, bahwa Ade mendukung pendemo. Massa mengira, Ade masih pendukung Presiden Jokowi dalam segala bidang. Yang ditafsirkan pendemo: Ade berseberangan dengan pendemo.
Mis-komunikasi menghasilkan mis-match. Hasilnya, bonyok. (*)