Sedang di bagian sekitar Tierpark-nya Eril ini ketenangan Bern tidak terganggu oleh hiruk pikuk semua itu. Kanan kiri sungai penuh dengan taman. Bahkan ada kebun binatangnya –dengan 3.000-an koleksi. Di taman-taman di pinggir sungai Aare ini sering terlihat wisatawan menggelar lesehan. Duduk-duduk di situ. Melamun. Telentang di situ. Berjemur. Terutama di musim hangat seperti sekarang ini.
Di taman-taman pinggir sungai itulah beberapa papan besi dipasang. Isinya pengumuman. Ditulis dalam lima bahasa –tidak ada Jepang, Mandarin dan Indonesia. Bunyinya: baca sendiri. Terutama bahasa yang paling atas itu (lihat foto).
Eril memenuhi syarat papan pengumuman itu. Ia muda. Perenang. Pinter. Sudah punya pacar –pasti tidak mau pacarnya kehilangan dirinya. Dan cuaca baik-baik saja. Sangat baik. Sejuk. Cerah. Indah.
Di sepanjang pinggir sungai Aare juga tersedia pelampung. Banyak. Gratis. Tinggal mengembalikan ke tempatnya kalau sudah selesai dipakai.
Saya minta maaf. Saya gagal mendapat keterangan ini: apakah Eril masuk ke air Aare lewat pinggir sungai –ada tangga untuk masuk ke air– atau terjun dari jembatan di Tierpark yang sering dipakai jalan-jalan itu. Tidak ada larangan terjun dari jembatan itu. Beberapa perenang melakukannya.
Keterangan detail peristiwa ini memang sangat terbatas. Keluarga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memang sangat berduka. Tidak banyak bicara soal peristiwa. RK memang sempat menulis agak panjang di medsos. Tapi lebih banyak berisi sikap batinnya atas kehilangan anak sulungnya itu. Hanya sedikit pernah disinggung di medsos RK: bahwa pagi itu Eril sempat melemparkan pelampung kepada adiknya. Hanya itu.
Siapa yang duluan masuk ke air belum terungkap. Apakah Eril langsung menyelam belum tahu. Apakah perbedaan suhu badannya yang masih lelah, dengan air yang masih dingin jadi penyebabnya, tidak tahu.
Kesedihan keluarga RK tentu sangat dalam. Apalagi tidak segera ada kepastian di mana Eril.
Kalau menyelam kok lama. Kalau tenggelam kok mustahil. Yang jelas Eril tidak segera muncul dari dalam air. Pun sampai sore harinya. Sampai besoknya. Lusa. Lusanya lagi. Seminggu kemudian. Pun sampai Eril dinyatakan sudah meninggal tanpa tahu kebenarannya.
Sang ayah akhirnya merelakannya. Demikian juga Sang ibu. Dan seluruh keluarga. Mereka pun pulang ke Indonesia dengan begitu duka.
Saya masih di pedalaman Kaltim ketika berita duka itu sampai ke publik. Saya pun bikin janji untuk bertemu RK. Mestinya Jumat kemarin. Dengan komitmen hanya untuk ikut berduka. Tidak sedikit pun menyinggung soal peristiwa.
Alasannya: RK masih sering menangis kalau bercerita soal itu.
Ya sudah. Saya pun ke Jakarta untuk menuju Bandung. Ternyata RK harus berangkat ke Swiss lagi. Ada berita dari sana: sesosok mayat ditemukan mengapung di bendungan Marzili Freibad. Di bendungan tua itu. Hampir pasti itu anak RK. Tapi harus dipastikan secara ilmiah apakah itu Eril. Kedatangan RK ke sana untuk pencocokan DNA. Sekalian mengurus kepulangan jenazah. Yang diperkirakan tiba di Bandung hari ini. Atau besok pagi.
Eril adalah simbol perjuangan hidup rumah tangga RK. Begitu lulus teknik arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) RK mencari beasiswa khusus. Yakni yang bisa kuliah S-2 sekaligus bisa magang di kantor arsitek terkemuka.
Ia dapatkan beasiswa itu. Di Amerika. Sekaligus bisa magang. Tujuan magang itu dua: cari pengalaman langsung dan mendapatkan gaji.
Eril lahir di New York ketika RK dalam status magang itu. Tapi kantor magangnya lagi mengurangi tenaga kerja. RK terkena PHK justru ketika istrinya akan melahirkan Eril.