"Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan, apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10 dan Pasal 11."
Legislator enteng, bilang: "Bubarkan." Saat mereka terjaga tidur, dari kursi rapat dewan. Tak pernah bisa merasakan Polisi Anti Huru Hara memainkan strategi di lapangan demo, menghindari hujan batu, tapi wajib maju.
Terkait pasal 354, semula tidak diatur. Menghina lembaga negara, bahkan menghina pribadi Presiden RI pun, tidak ada masalah. Tidak dipenjara. Di Amerika saja, boleh.
Inti protes RKUHP adalah: "Ngapain sih… soal demo dan menghina lembaga negara dihukum? Indonesia 'kan negara demokratis. Kalau dilarang, Indonesia mundur, donk?"
Kritik di atas dilontarkan banyak pihak. Bernada sama.
Sekarang rakyat Indonesia bukan buta huruf lagi, loh… Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) per akhir 2021, angka buta huruf 1,56 persen dari populasi (usia 15 tahun ke atas). Atau 5.463.000 orang buta huruf.
"Rakyat kita sudah pintar. Jangan dibodohi," kata banyak politikus. Bernada membumbung. Rakyatnya mesam-mesem. Seneng.
Simaklah ini: Hasil sensus penduduk 2020, diumumkan BPS, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia, pria: 8,7 tahun. Wanita 8,5 tahun. Atau, rata-rata rakyat kita putus sekolah di kelas tiga setara SMP. Belum lulus SMP.
Statistik itu menunjukkan, rakyat kita tidak terlalu bodoh. Tidak terlalu pintar.
Tapi, topik demo 'kan beragam. Saat RUU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law) didemo habis-habisan. Padahal, itu ringkasan dari 1.228 pasal. Setebal bantal. Cepat, sudah disahkan DPR RI, Selasa, 24 Mei 2022.
Soal utang luar negeri. Ngeri… Sampai membodoh-bodohkan Presiden RI, yang intinya: "Ngapain kita utang luar negeri? Nanti anak-cucu kita kasihan, harus bayar."
Memang, belum ada riset di suatu lapangan demo: Berapa persen dari ribuan demonstan itu, yang paham topik demo? Belum pernah disurvei, berapa rata-rata lama sekolah mereka?
Karena belum diriset, maka balik lagi ke data BPS, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia. Puyeng kepala, buat pelaku demo pahami topik demo. Ketinggian topik. Berarti…
Wajar, pemerintah mengkhawatirkan demo anarkis. Demo merusak fasilitas umum. Demo mengarah ke penjarahan toko-toko sembako, dan mesin ATM bank.
Pemerintah memberi rambu-rambu demo, supaya tidak anarki.
Sebab, pemerintah juga memahami, belum bisa mengatasi mayoritas rakyat yang hidup miskin. Dalam kemiskinan, sulit makan dan gembira berebut kaos kampanye partai politik, maka isi brankas ATM adalah mimpi indah.