Surat Cinta

Rabu 22-06-2022,07:00 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

Nanang memotret hampir seluruh koleksi Enny terkait dengan Bung Karno. Termasuk foto ketika Enny masih kecil, bersama Hariyatie dan Bung Karno yang lagi tiduran santai.

Foto: Disway.id

Itu foto ketika Bung Karno lagi diam-diam ke Surabaya. Ke rumah Hariyatie. Di Jalan Comal. Rumah ini nyaris di tikungan sehingga terlihat jelas dari Jalan Raya Darmo, jalan paling utama di Surabaya.

Nanang mengunjungi rumah itu kemarin. Masih seperti yang dulu. Tak berpenghuni. Terkunci. Telantar. Terbengkalai. Kotor. Rusuh. Penuh rumput liar.

Diduga rumah di Jalan Comal itu pemberian Bung Karno. Keluarga Hariyatie tidak mungkin bisa membeli rumah di kawasan begitu elite. Hariyatie lahir di kampung Manyar Pumpungan, salah satu kampung miskin di Surabaya zaman itu.

Di kampung itu Hariyatie ikut kelompok kesenian. Ia pandai menari. Tari Jawa. Seperti gandrung dan langendrian. Kelompok kesenian Manyar Pumpungan itu di bawah pimpinan Dwijo. Saya ingin melacak keberadaan kelompok tari ini. Kok begitu hebat. Sampai diundang menari di Istana Cipanas. Tampil di depan Presiden Bung Karno.

Saat di Cipanas yang sejuk itulah Bung Karno tertarik pada Hariyatie. Lalu diperintahkan untuk pindah ke Jakarta. Diangkatlah dia menjadi pegawai di Sekretariat Negara –bagian kesenian.

Bung Karno pun bisa tetap dekat dengan Hariyatie. Presiden sering titip surat cinta ke pegawai baru di Setneg itu.

Surat cinta itu selalu ditulis tangan. Lalu dimasukkan amplop yang ada di dekat Presiden. Tanpa ditutup. Tanpa dilem. Amplop Istana Negara. Bung Karno seperti tidak peduli kalau pun surat itu dibaca oleh si kurir. Atau Bung Karno sangat percaya si kurir tidak akan berani membacanya.

Akhirnya Bung Karno mengawini Hariyaie secara sah. Surat kawinnya pun masih tersimpan di album Enny. Nanang pun memotretnya. Kelihatannya, justru setelah resmi jadi istri Bung Karno, Hariyatie pulang ke Surabaya, ke Jalan Comal itu.

Nanang menuliskan semua pengamatan di rumah Enny itu. Nanang lulusan Universitas Katolik Widya Mandala. Jurusan bahasa Inggris. Lalu jadi penyiar TVRI, siaran bahasa Inggris. Nanang sempat sekolah di Nottingham, Inggris, sebelum akhirnya diajak Imawan Mashuri mendirikan JTV.

Saya tidak pernah mau menyebut apa kepanjangan JTV. "Biar saja seperti anak kecil diberi nama Abu saja," kata saya selalu. Setelah besar nanti akan tahu sendri Abu-siapa.

Kalau anak itu tumbuh menjadi orang baik kita akan panggil ia Abu Bakar. Atau ia jadi pelawak kita panggil Abu Nawas. Kalau ia jadi orang yang tidak jelas kita panggil Abu-abu.

"JTV pun demikian. Kalau kelak maju kita sebut Jatim TV. Tapi kalau ternyata parah kita sebut Jancuk TV," kata saya.

Nanang terus berkarir di JTV. Sampai jadi direktur. Sampai pensiun dan kini jadi aktivis pembela sejarah. Nanang punya perkumpulan pecinta sejarah. Namanya Begandring. Diambil dari bahasa Belanda: ngoceh-ngoceh. Ia jadi ketuanya. Kelompok inilah yang vokal kalau ada peninggalan sejarah yang diganggu.

Kesimpulan Nanang, Hariyatie hanya dua tahun menjadi istri Bung Karno. Tahun 1963 kawin. Tahun 1965 terjadi G30S/PKI. Suasana politik tidak menentu.

Tapi, tulis Nanang, Hariyatie baru cerai di tahun 1967. Berarti ketika Bung Karno sudah dalam status ''tahanan politik'' Presiden Soeharto. Bung Karno lantas meninggal di tahun 1970. Yakni ketika Hariyatie masih berumur 30 tahun. Belum punya anak.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler