Polisi belum berspekulasi, apakah itu pisau pembunuh SL, atau bukan. Darah yang melumuri pisau masih dicek di laboratorium, dicocokkan dengan darah SL.
Seumpama, pisau itu benar alat pembunuhan, maka bisa disimpulkan, pelaku menusukkan dengan sangat kuat. Atau mungkin mengenai tulang korban. Sehingga gagang pisau sampai terlepas dari bilahnya.
AKBP Sarly: "Sekarang kami masih melakukan penyelidikan. Nanti, kalau sudah ada titik terang akan kami umumkan."
Wayne Petherick, dalam bukunya: "The Psychology of Criminal and Antisocial Behavior" (2017) menyatakan, mayoritas pembunuh adalah orang dekat korban. Atau setidaknya, orang yang dikenal korban.
Pembunuhan, yang antara pelaku dengan korban tidak saling kenal, sangat jarang. Di antara yang jarang itu adalah pembunuhan bermotif ekonomi, atau perampokan. Antara korban dengan perampok tidak saling kenal.
Atau, pembunuhan yang dilakukan pembunuhyang sakit jiwa. Bisa beragam. Ada sosiopat (jenis gangguan kepribadian yang perilaku dan pola pikir antisosial). Atau kanibalisme.
Di kasus Tangerang, polisi fokus pada orang terakhir yang bersama korban, sebelum tewas. Fokus dalam arti penyedilikan. Karena, teori kriminologi mengatakan, umumnya pembunuh adalah orang dekat korban.
Tapi, dengan teriakan "maling", maka bisa juga masuk dalam teori Wayne Petherick. Yakni, pembunuh tidak kenal dengan yang dibunuh, karena pembunuhan bermotif ekonomi. Pencurian dengan pemberatan. Perampokan.
Polisi belum memberikan hasil sementara penyelidikan. Sebab, jika hal itu dipublikasi wartawan, akibatnya bakal menyulitkan penyelidikan polisi. Karena, tersangka membaca koran, dan mengetahui strategi penyelidikan polisi.
Dalam kondisi begini, polisi bersikap diam. Mengungkap misteri pembunuhan, sambil mendekati orang-orang yang dicurigai sebagai tersangka. Biarkan polisi bekerja. (*)