LiangYangAn 梁楊安
Indonesia jauh lebih baik (lebih unggul) dalam hal "science research" jika dibandingkan dengan negara-negara Ethiopia, Kenya, Nigeria, Uganda, Ghana dan Botswana ; dengan indikasi "number of scientific publications (2020)". 1. China : 744.042 2. Amerika : 624.554 3. Inggris : 198.500 4. India : 191.590 5. Jerman : 174.524 19. Indonesia : 49.160 50. Nigeria : 13.282 63. Ethiopia : 6.141 71. Ghana : 4.189 72. Kenya : 4.110 83. Uganda : 2.259 108. Botswana : 800
alasroban
Bagi para politisi gelar itu penting. Lihatlah dalam pesta demokrasi 5 tahunan. Foto caleg tersebar di mana-mana lengkap dengan gelarnya. Meski gelarnya kadang tak nyambung dengan capabilitasnya. Wkwkwkwk,…
joko purnomo
Negeri ini mayoritas muslim tapi cara pendidikannya jauh dari cara muslim Andai kita terus mengikuti cara mereka(barat), kita akan terus dibelakang. Contohlah cara muslimin dahulu dalam menyiapkan sebuah generasi terbaik Belajar di masjid (tempat terbaik) karena semakin banyak santrinya maka dibuat sekat/partisi, Kalau sekarang ruang kelas. Itulah Al-Qarawiyyin letaknya di negara Maroko di kota Fes, dan sekarang diakui menjadi universitas pertama didunia. Universitas itu dibangun oleh 2 orang wanita kakak beradik yang namanyi Fatima Al-Fihri dan Mariam Al-Fihri. menariknya universitas itu dibiayai melalu "Dana Wakaf" Sampai hari ini universitas itu tetap berjalan, di bangun tahun 859 Masehi, itu artinya kampus itu sudah berumur 1163 tahun Begitulah dunia pendidikan dibiayai melaku dana wakaf (wakaf produktif), dan sekarang dicontoh oleh universitas-universitas terkemuka didunia. Seperti Harvard University memiliki dana wakaf (35,8 milyar USD), Stanford university (21,4 milyar USD), Massachusetts institute of technology(12,4 milyar USD), University of Cambridge ( 5,8 juta poundsterling) Dinegeri ini berapa kira-kira dana wakaf di kampus seperti UI, ITB, UGM…? Kita berprasangaka baik saja mudah-mudahan dengan kita berprasangka baik itu awal yang baik untuk dunia pendidikan di negeri ini.
Pryadi Satriana
Dalam "Mikra Gugat" pendidikan tinggi kita "disetarakan" dg di Botswana. Anda belum tahu: The University of Botswana adalah perguruan tinggi pertama di Botswana, berdiri tahun 1982! Lha kok Dahlan Iskan 'ngintil' Mikra yg "menyetarakan" kualitas pendidikan tinggi kita dg Botswana. Saat baru ada perguruan tinggi di Botswana, Indonesia sudah menghasilkan lebih dari seribu doktor. Dari sekadar melihat pemeringkatan perguruan tinggi aja Mikra mengambil kesimpulan sembrono seperti itu, sama aja seperti Dahlan yg 'gumun' dg Scopus index Ade Armando yg "cuma segitu". Ojo kagetan, ojo gumunan. Rupanya Prof. Mikra & Prof. Dahlan harus lebih banyak membaca untuk memperluas wawasan mereka. Selamat membaca. Salam. Rahayu.
Dodik Wiratmojo
Ada yang mengaku bisa sampai 18 atau 20 persen, tapi begitulah marketing, mirip pepatah dr negri xxxxx berbohonglah supaya untung banyak… Padahl abah sering memuat orang2 hebat di negri ini, kenapa (kampus) ga ngajak beberapa aja jadi dosen, dikasih gelar profesor pun pantas karena ilmunya beneran dan teruji, setahu saya banyak dosen dosen muda yang diberi proyek penelitian sampai ratusan juta nilainya, ternyata ga ngefek juga ya, mgkn blm profesor
Pryadi Satriana
Masih ingat film "The Gods Must Be Crazy"? Dirilis th 1980. Berlatar belakang Botswana. Th itu Botswana belum punya universitas. Baru ada th 1982. Sekarang pendidikan tinggi kita "disetarakan" dengan Botswana? Tangi … tangi …, raup … raup …
Harun Sohar
Profesor atau doctor di negara maju untuk kepentingan ilmu, kredibilitas, kapabilitas dan kompetensinya. Di negara kita bisa-bisa hanya untuk mengejar pangkat supaya kehidupannya terjamin dan dapat pensiun lumayan. Kalau targetnya seperti itu, jelas sudah begitu tercapai maka otomatis akan malas. Sudah ejakulasi. Tak bisa berharap banyak dari para Doctor dan Profesor kita. Dan tak perlu heran seperti yang disebut narasumber, yang nulis jurnal ya orang-orang itu-itu aja. Sedang yang ini-ini duduk manis, ngajar seadanya kemudian terima gaji dan fasilitas. Ujung-ujungnya ranking Perguruan Tinggi ya gitu-gitu saja. Mahasiswanya juga gitu-gitu aja. Profesornya nyari status mahasiswanya nyari ijazah. Ilmu nomor dua. Akhirnya, negara kita ya gitu-gitu aja.
Jimmy Marta
Saya pun gk pernah makan bangku kuliah. Tp pernah duduk disitu..hehe. Puluhan tahun lalu. Saat itu yg profesor belum ada. Doktor aja hanya bbrp. Lebih banyakan jari tangan. Rata2 dosen masih esdua. Maklum pt swasta, walau terkemuka. Kala itu dosen masih ada embel2nya. Dosen tidak tetap. Dosen tamu. Dosen terbang. Dan dosen yayasan. Yg terakhir ini masih sedikit. Kadang pegang dua mata kuliah. Kalau mata kuliah umum berkumpul di aula kampus. Studium general. Saat itulah pernah ketemu profesor. Diundang dari ptn sebelah. Sempat membayangkan profesor itu orang yg high profile. Kepala botak. Seriusan. Ngomongnya pasti yg ngilmiah gitu. Ndilalah ..rupanya sang dosen tamu orangnya santai, familiar dan pintar mengatur suasana. Habis acara semua berebut nyalami beliau. Kayak fans ketemu ldola. Haha… Sang prof memang hebat.