"Memang, sampai saat ini kami belum tahu itu (pernyataan Prof Mahfud), khususnya Inspektorat Jenderal ya, belum tahu. Tapi kami belum menerima informasi yang seperti apa. Nanti akan kami cek. Memang masalah ini sudah tahu di pemberitaan, tapi nanti akan kami cek."
Sementara, Dirjen Bea Cukai, Askolani juga belum tahu informasi transaksi mencurigakan Rp 300 triliun itu. Askolasi mengatakan, begini:
"Tentunya infonya basisnya adalah dari PPATK. Dari hal itu perlu koordinasi. Tentunya info itu kan belum diterima oleh Pak Irjen (Awan Nurmawan) sehingga masih nanti Pak Irjen akan komunikasi dengan Pak Menko Polhukam."
Intinya belum tahu. Dua lembaga yang disorot ini, para petingginya belum tahu soal Rp 300 triliun. Karena laporan masyarakat pastinya ditujukan ke pejabat yang terkenal proaktif menanggapi laporan rakyat: Prof Mahfud Md. Mungkin, orang mengira, percuma lapor-lapor ke lembaganya langsung, karena pasti didiamkan. Budaya jelek kita.
Semua mengerucut, tanggung jawab Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Belum lagi, laporan Bursok Anthony Marlon, pegawai Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, mendadak menjadi buah bibir, mendesak Sri Mulyani mundur dari jabatan menteri.
Karena, kata Bursok, ia sudah melaporkan penyimpangan (tepatnya pencurian) keuangan negara sejak 2019, tidak ditanggapi Sri Mulyani. Bahkan, Bursok mengaku sudah menolak suap Rp 25 miliar dari pencurinya. Ditolak mentah-mentah.
Cuma, yang meragukan, LHKPN Bursok 2021 harta Rp 860 juta. Utangnya Rp 1,8 miliar. Minus hampir Rp 1 miliar. Unik. Walaupun, ia mengatakan: Tidak takut dipecat dari jabatannya. Gambling. Demi menyelamatkan uang negara.
Bisa dibayangkan, betapa pusing Sri Mulyani sekarang. Masak dia tenang saja? Gak mungkin. Ratusan juta mata rakyat Indonesia tertuju pada Sri Mulyani. Berharap ada penyelesaian cepat. Rp 300 triliun itu benar atau tidak?
Sri Mulyani tokoh hebat internasional. Dia Menteri Keuangan terbaik Asia tahun 2006 versi Emerging Markets, 18 September 2006, dinyatakan di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura. Dia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008.
Sri Mulyani Direktur Pelaksana World Bank, 5 Mei 2010 sampai 27 Juli 2016 saat dia diminta pulang oleh Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi Menteri Keuangan RI. Dia tinggalkan jabatan tinggi di World Bank.
Sangat jarang wanita Indonesia sehebat Sri Mulyani. Kini, berawal dari cinta monyet Mario-Agnes, dia terima laporan dugaan penyimpangan uang negara akibat perilaku bawahan, secara bertubi-tubi. Yang, petinggi KPK Pahala Nainggolan, pun mengakui perakaranya rumit. Suatu tantangan berat buat Sri Mulyani.
Ratusan juta rakyat Indonesia paham, Sri Mulyani sudah berkorban diri buat kemajuan Indonesia. Sangat jelas. Dia meninggalkan jabatan top di World Bank, bahkan dia digandoli (sangat disesalkan dia resign) oleh pimpinan World Bank. Tapi, Sri Mulyani tak peduli sesal para petinggi World Bank itu. Dia tegas. Pilih kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Yang terlalu rusak ini. Oleh ratusan, mungkin ribuan, mungkin puluhan ribu koruptor.
Mampukah Sri Mulyani, kelahiran Bandar Lampung itu, melawan ribuan koruptor Indonesia? Kuatkah dia?
Mahfud Md: "Menumpuk sebanyak itu, karena bukan Sri Mulyani. Itu sudah ganti menteri empat kali kalau dari 2009. Enggak bergerak, dan Keirjenan baru memberi laporan kalau dipanggil, kali… sehingga: 'Pak, Bu, itu hanya kecil-kecil, ndak ada masalah. Ternyata, kalau mau dianggap ada masalah, sekarang-lah ada masalah.”
Dilanjut: "Saya kira, kita harus membantu Bu Sri Mulyani sedang menyelesaikan itu dan kita tak bisa menyembunyikan apa pun kepada masyarakat sekarang ini, tidak tahu dari saya, tahu dari orang lain. 'Pak, kok ada data baru Rp 500 M, si Rafael, lalu yang satunya, Pak, ada yang Rp 300 triliun? Sudah tahu semua, kita tak boleh berbohong.”
Semua laporan itu, termasuk penyelidikan Rafael, terkait satu: Pencucian uang. Kalau uang dicuci, maka hanya ada empat penyebab: 1) Korupsi. 2) Hasil narkoba. 3) Dana teroris. 4) Hasil human trafficking. Sedangkan, di kasus ini: Dugaan korupsi.