Sebaliknya, VPT adalah konsep perilaku yang digunakan oleh ilmuwan sosial untuk menentukan penyebab seseorang menjadi korban kejahatan.
Kriteria penetapan provokasi dari suatu sikap hukum adalah perilaku pelaku, khususnya pola pikir pelaku dan tingkat pengendalian diri pelaku. Misalnya, pengadilan melihat perilaku wajar dari individu "normal" atau tidak gila.
VPT sebaliknya, berfokus pada perilaku korban tanpa tuduhan kesalahan. Dengan demikian, studi tentang VPT memungkinkan peneliti untuk mempertimbangkan faktor-faktor situasional, memberikan penjelasan yang lebih kaya dan menyeluruh tentang peristiwa kriminal.
Konsep VPT, penting dari perspektif etiologi karena memungkinkan kita untuk mempertimbangkan banyak faktor, yang berkontribusi terhadap suatu insiden kriminal. Sedangkan, pelaku tetap harus bertanggung jawab secara hukum atas kejahatannya.
Di kasus mutilasi Semarang, polisi masih menyidik. Pengakuan tersangka cuma sebagai masukan untuk diinvestigasi. Bisa benar, bisa salah. Kalau pun benar, bukan berarti pemaaf buat tersangka.
Pastinya, Husen sudah merencanakan pembunuhan terhadap Irwan. Melanggar Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman mati. Itu bukan pelanggaran Pasal 340 biasa, melainkan sangat sadis. Sangat menakutkan masyarakat, seumpama suatu saat kelak Husen bebas hukuman. Sangat menyakitkan keluarga korban.
Viktimologi sekadar ilmu pegangan masyarakat, agar terhindar jadi korban kejahatan. (*)
Editor: Sugeng Irawan