Gak Ada Ahok, Gak Ramai

Gak Ada Ahok, Gak Ramai

Ali Ngabalin hanya yakin. Bahwa keyakinannya meleset, ya biasa saja. Selow saja.
Pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, presiden dibantu menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan presiden.

Jadi, terserah presiden. Mau pekan ini atau depan, terserah saja. Hak prerogatif presiden.
Lha, mengapa Ali begitu yakin bakal ada reshuffle, dan pekan ini? ”Ada tiga faktor,” ujar Ali. 

Pertama, adanya penyatuan Kemenristek dengan Kemendikbud. Usulan pemerintah untuk menyatukan dua kementerian tersebut telah disetujui DPR.

"Surpres yang dikirim ke DPR 30 Maret 2021 itu, itu kan sudah diterima DPR. Di sidang DPR telah diambil keputusan, terkait penggabungan Kemenristek ke Kemendikbud," tuturnya.

"Kenapa begitu? Banyak kerjaan di Kemeristek yang seharusnya menjadi bidang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)," tuturnya.

Kedua, Menristek Bambang Brodjonegoro telah pamit dari kementeriannya. "Kan kosong itu. Sementara Kemenristek belum ke Kemendikbud," katanya.

Ketiga, pemerintah segera membentuk kementerian baru, yakni Kementerian Investasi. Otomatis, akan ada menteri baru.

"Kalau Pak Jokowi, itu tidak lama-lama. Beliau itu kan orang tidak bisa membiarkan suatu urusan berlama-lama," tutur Ali. ”Jadi, yakin pekan ini.”

Soal nama-nama calon menteri, Ali tidak bicara. Mau Ahok atau bukan, itu urusan Jokowi. 

Duet Jokowi-Ahok sudah terkenal sejak 2013. Waktu kampanye Pilkada DKI 2014. Setelah itu pun, masyarakat selalu bicara, mendekat-dekatkan dua tokoh tersebut. Termasuk, ketika Ahok diangkat jadi komisaris Pertamina. Mengapa?

Karena, kelihatan Jokowi menyukai kinerja Ahok. Duet ideal. Satu pemikir, cerdas, tenang, santun. Satunya antikorupsi, galak ke koruptor, giat, tapi berangasan, berkata kasar (citranya dulu). 

Duet itu pun punya pendukung yang antikorupsi. (ekn)

Sumber: