Lian Gouw
Jenny, tokoh remaja di novel itu, sampai naik pohon mangga tinggi-tinggi. Di malam yang gelap. Untuk bisa melihat lautan api di Bandung Selatan.
Saya juga baru tahu soal ini: bendera Merah Putih ternyata baru dikibarkan di SMA Belanda di Bandung pada tahun 1950. Lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan. Sampai tahun 1950 itu, foto yang dipasang di dalam kelas, di atas papan tulis pun, masih foto Ratu Wilhelmina.
Dari novel ini kita bisa paham bagaimana keadaan golongan Tionghoa di masa peralihan itu. Ada yang hollands spreken yang pro-Belanda. Ada golongan Tionghoa netral. Ada juga Tionghoa yang pro kemerdekaan, yang membenci Belanda.
Golongan Tionghoa totok ternyata juga membenci Tionghoa yang kebelanda-belandaan. Mereka menyebutnya dengan ”Belanda Tun Pua” (Belanda satu setengah gobang). Itu karena mereka harus membayar 1,5 gulden untuk bisa mendapat status Belanda.
Lian Gouw kini sudah agak lancar berbahasa Indonesia. Itu saya lihat ketika Lian jadi pembicara zoominar ”tipis-tipis” di perkumpulan Boen Hian Tong Semarang pekan lalu.
Lian Gouw kini melangkah lebih jauh lagi: mendirikan perusahaan penerbitan buku di Amerika. Dalang Publishing. Tujuannya: khusus menerbitkan buku-buku yang ditulis orang Indonesia. Untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Buku itu harus bermutu sastra. Juga, harus dengan latar belakang budaya Indonesia. ”Agar karya sastra dan budaya Indonesia dikenal publik Amerika,” ujar Lian.
Sudah 12 buku yang disiapkan segera terbit. Misalnya, novel karya Junaedi Setiyono: Dasamuka serta Tembang dan Perang.
Junaedi adalah sastrawan Purworejo. Juga, doktor pendidikan yang menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Purworejo. Novel Tembang dan Perang itu telah diterbitkan Kanisius. Itulah novel berdasar cerita Panji asli Indonesia, dari abad ke-14 (zaman Jenggolo-Kediri). Kisah Panji sedang diperjuangkan menjadi cerita warisan budaya ke UNESCO.
Lian akan menerbitkannya untuk pasar Amerika dan dunia.
Saya jadi ingin diskusi langsung dengan Lian. Kalau ke Amerika nanti. Saya ingin mampir ke Palo Alto.
”Tidur di rumah saya saja,” kata Lian. (*)
Sumber: