Pungli dan Daya Saing Ekspor

Pungli dan Daya Saing Ekspor

Preman Pelabuhan Priok, Jakarta, sudah ditangkapi. Pungli hilang. Tapi, antrean bongkar muat jadi lebih panjang. ”Saya antre delapan jam,” kata sopir kontainer Rofiudin, 23, kepada pers Rabu (16/6).

***

AMEG - Rofiudin sudah lima tahun menjadi sopir kontainer di rute itu. Menuju Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok. Itu khusus kontainer muat barang ekspor.

Sebelum Presiden Jokowi menugasi Kapolri memberantas preman Priok, ia selalu dipalak sekitar Rp 50 ribu sekali jalan. Kini tak ada lagi. Tapi, antrean lebih lama.

”Delapan jam paling cepat. Biasanya saya masuk jam 8 malam, keluar pagi, jam 7-8," ujarnya. Berarti 12 jam.

”Kalau saya, itu alhamdulillah. Di jalan nggak ada preman-preman, jadi tenang kita juga,” katanya. Artinya, ia antre lama nggak masalah, asal jangan dipalak.

Sopir kontainer lain, Hendar, 27, mengatakan, preman pemalak sopir sudah hilang. Tapi, di jalan ada saja yang melempari kontainer dengan batu. Diduga preman yang tidak tertangkap beberapa hari lalu.

”Kawan saya kaca truknya pecah dilempari batu,” ujarnya.

Jalur yang dilewati Hendar beda. "Saya sih lokal, belum pernah masuk ke JICT yang khusus ekspor," ujarnya.

Mengapa di JICT tanpa pungli, antrean jadi panjang?

Jawabnya terungkap dari wawancara wartawan dengan pengusaha angkutan truk, Daniel Bastian Tanjung. Ia menduga, itu sudah diatur. Maksudnya, sistemik.

Fasilitas depo-depo tertentu di JICT kurang lengkap (mungkin disengaja). Lahan parkir sempit dan lokasinya terlalu dekat dengan gerbang tol.

Selain itu, RTG (rubber tyred gantry) atau reach stacker (kendaraan untuk mengangkat kontainer), jumlahnya terbatas.

Akibatnya, truk yang masuk harus antre. Menunggu kontainer diangkat. Apalagi, titiknya dekat jalan tol. Antrean meluber ke jalan tol.

”Nah, sopir yang bayar (pungli) diprioritaskan. Kendaraan RTG itu mendatangi. Yang tidak, ya menunggu sangat lama,” tutur Daniel. Jadi, situasi itu sengaja dikondisikan.

Sumber: