Pusing 2 T
Atau untuk membeli obat dan vaksin? Obat apa saja dan vaksin yang mana?
Bukankah obat dan vaksin itu tanggung jawab pemerintah?
Atau diberikan kepada seluruh orang miskin di Sumsel? Sesuai dengan daftar orang miskin yang ada di pemerintah?
Atau pakai model Tung Dasem saja? Uang itu disebar pakai helikopter?
Orang juga ingin tahu: uang itu akan dihabiskan cepat atau pelan-pelan? Ataukah akan dijadikan dana abadi –bunganya saja yang dipakai Covid?
Kalau ingin dihabiskan, gampang: dua hari bisa habis. Padahal Covid ini mungkin masih ada 2 tahun lagi. Kalau pun dengan uang itu Covid di Sumsel bisa beres minggu depan belum juga aman. Kan masih akan ada gelombang baru yang datang dari Jawa, dari Lampung, Jambi, Bengkulu, dan dari mana saja.
Maka keluarga Akidi Tio harus bicara. Maunya bagaimana. Atau benar-benar terserah kapolda.
Menyumbang pun ternyata tidak mudah –justru karena jumlahnya yang begitu besar.
Ada yang berpendapat itu sumbangan terbesar kedua di dunia. Setelah Bill Gates.
Datuk Tahir –bos grup Mayapada– yang memosisikan diri sebagai filantropi terbesar di Indonesia pun menjadi bukan siapa-siapa lagi.
Tapi orang seperti Bill Gates tidak pusing. Juga tidak membuat orang lain pusing.
Dana sumbangan Bill Gates itu masuk ke lembaga not for profit. Untuk diputar.
Hasil perputaran itu yang dipakai untuk program sosial. Sumbangan Bill Gates sendiri tetap utuh, tidak habis, bahkan terus berkembang.
Dulu juga ada orang kaya Hong Kong yang iba. Terutama melihat banyaknya orang dari daratan Tiongkok yang cari selamat ke Hong Kong. Yakni di sekitar perang dunia ke-2. Mereka tidak punya tempat tinggal. Tidak bisa makan. Sumbangan tersebut menjadi dana abadi. Permukiman teratasi. Makan tertanggulangi. Dana sumbangan itu sendiri tidak habis. Bahkan sekarang sudah jauh lebih besar: menjadi sekitar USD 25 miliar.
Sayangnya tidak ada penjelasan rinci dari ahli waris Akidi Tio. Pokoknya: menyumbang kapolda Rp 2 triliun.
Sumber: