Lenggak Lenggok Balai Kota
INI sekadar catatan kecil saja. Mungkin tidak penting, tetapi menjadi fakta yang tak akan hilang dari catatan.
Meskipun usia Kota Wisata Batu baru 7 tahun, tetapi ada keinginan untuk memiliki kantor pemerintahan sendiri yang lebih mandiri, layak dan representatif.
Sebelumnya hanya berupa kantor pelayanan publik tingkat kecamatan, yang lokasinya berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Malang.
Di dalam bangunan amat sederhana bekas kantor kawedanan itu, semuanya berkumpul menjadi satu. Kantor walikota, rumah dinas walikota, ruang kerja sekretaris daerah, para asisten sekda, dan ruang kerja beberapa pejabat.
Sementara kantor dinas dan instansi lain tersebar di berbagai lokasi. Ada yang menyewa ruko, sewa gudang, bahkan ada pula dinas yang berkantor di rumah warga dengan cara menyewa.
Sangat tidak efektif memang, terutama dalam hal pengawasan dan menjaga kedisiplinan. Akibatnya sudah pasti, kinerja para staf dalam melakukan pelayanan publik, kurang optimal.
Jadi kesimpulannya, Kota Wisata Batu memerlukan sebuah kantor yang representatif, sebagaimana pemerintah daerah lain, agar semuanya bisa total bekerja bersama-sama untuk pengembangan wilayah, yang target akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh warga.
Persoalan ini saya ungkapkan kepada para sahabat anggota dewan sebagai representasi dari masyarakat. Alhamdulillah memperoleh sambutan positif dari mereka, tetapi dengan beberapa catatan.
Beberapa catatan itu antara lain agar dibuat perencanaan yang matang, kemudian juga perlu dihitung anggaran yang diperlukan, lantas dari mana anggaran itu diperoleh, lokasinya di mana, serta saran agar disiapkan pula tim yang akan bekerja dengan serius.
Soal anggaran memang menjadi masalah, tetapi hal ini dapat dikomunikasikan dengan pemerintah pusat, melalui Gubernur Jawa Timur yang ketika itu dijabat Pak De Karwo.
Komunikasi adalah hal yang paling penting untuk dilakukan. Agar semua, termasuk pemerintah pusat tahu dan memahami bahwa Kota Wisata Batu adalah satu-satunya daerah di Jawa Timur yang berhasil memisahkan diri dari induknya atas kerja keras warganya yang diprakasai para sesepuh berdasarkan Undang-undang Otonomi Daerah, tetapi faktanya belum memiliki kantor pemerintahan yang layak.
Bukan hal yang gampang, memang. Keinginan memiliki kantor pemerintahan yang mandiri, bagaikan mimpi. Seperti cita-cita yang menggantung di langit. Sulit dijangkau, mengingat anggaran yang masih kecil, sementara tingkat perekonomian masyarakat juga rendah dengan penghasilan sekitar Rp 300 ribu sampai dengan Rp 500 ribu/bulan.
Melihat fakta yang ada itu, sempat juga terpikir buat apa memiliki cita-cita yang tidak terukur dalam berbagai aspek; anggaran, sosial, dan aspek ekonomi. Jangan-jangan malah akan menimbulkan kesenjangan antara warga dengan birokratnya.
Saat melakukan kunjungan ke kampung, dusun dan desa, sangat jarang terlihat senyum di wajah warga, yang menandakan mereka belum menikmati kesejahteraan. Sangat jarang terlihat keceriaan pada wajah mereka, karena memang belum tersedianya fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat berupa kesehatan dan pendidikan.
Sumber: