Hakim Videokan Hakim Mandi Telanjang, Disoal
Tapi, tetap saja, keadilan tidak bisa setara bagi semua orang. Pemilik harta kekayaan dan power, selalu mendapatkan privilige. Sedangkan, si miskin dan lemah terkontrol ketat oleh hukum.
Peccarelli, Anthony (1928 - 2005) dalam bukunya "The Meaning of Justice" (Maret 2000) menyatakan, kata "Equal Justice Under Law" mewarisi ungkapan sebelumnya, yang diciptakan tahun 1891 oleh Mahkamah Agung AS. Atau sebelum tulisan itu terpahat di dinding Gedung MA AS, 1932.
Anthony Peccarelli lulusan John Marshall Law School, AS, 1959. Ia hakim terkenal di sana pada zamannya. Karena putusan adilnya pada berbagai kasus besar di Amerika.
Dikutip dari buku Hakim Anthony tersebut, pun kalimat sakral yang terpahat di Gedung MA AS itu sempat diperdebatkan. Pada saat awal dipasang di sana, dulu.
Dikisahkan, kalimat tersebut diusulkan oleh arsitek bangunan tersebut, Cass Gilbert. Kemudian disetujui oleh dua hakim di sana pada tahun 1932. Yakni, Hakim Charles Evans Hughes dan Hakim Willis Van Devanter.
Tahun 1935 (tiga tahun setelah kalimat itu terpasang) jurnalis bernama Herbert Bayard Swope keberatan dengan persetujuan Hakim Hughes atas pencantuman kalimat tersebut.
Jurnalis Swope berpendapat, bahwa tidak perlu kata 'equal' di kalimat tersebut. Maksudnya, langsung saja "Justice under Law". Sebab, menurutnya, kata 'justice' sudah bermakna equal. Kesetaraan.
Dengan adanya kata 'equal', justru berlebihan. Atau terjadi pemborosan kata. Sehingga bisa menimbulkan pembiasan makna.
Jurnalis Swope punya 'power' dengan memuat berita tentang itu di media massa. Menggoreng opini publik. Maka, kehebohan berlarut-larut. Berlangsung beberapa waktu. Hanya untuk menentukan dipakai atau tidaknya kata 'equal'.
Akhirnya, kata 'equal' tetap dipakai di Gedung Mahkamah Agung Amerika sampai sekarang. Pendapat Jurnalis Swope, kalah oleh pendapat mayoritas warga Amerika saat itu.
Begitu hebatnya warga Amerika berdebat soal itu, ketika Indonesia belum merdeka.
Perdebatan pada sembilan puluh tahun lalu di Amerika itu, sesungguhnya tidak berarti apa-apa bagi penegakan hukum. Di mana saja. Jika, esensi kata tersebut tidak diterapkan dalam kehidupan nyata. Apalah arti kata, jika tanpa action.
Bukti, Anggota Komisi III DPR RI (membidangi hukum) Habiburokhman masih sewot. Protes soal equal juga. Protes terhadap Mahkamah Agung RI.
Kita simak, bagaimana kelanjutan protesnya. (*)
Sumber: