Hadiah Lebaran

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Awalnya saya heran. Di pintu tol pertama tertulis 0 ringgit. Saldo di kartu tol milik Sang suami tidak berkurang.
Di pintu tol berikutnya juga sama: 0 ringgit. Saldo utuh. Oh… Mungkin baru di pintu tol terakhir bayarnya.
Kami pun mampir rest area. Ingin juga menyumbangkan air tubuh saya di Malaysia itu. Agar jangan hanya menyumbang untuk IKN. Rest area itu sudah berumur lebih 30 tahun. Tidak jreng lagi. Tapi masih tetap terawat. Hanya desainnya sudah terasa kuno. Sudah berumur 42 tahun. Kalah dengan rest area baru di dekat Salatiga, Jateng.
Di rest area itulah saya bertanya pada pengendara lain. Soal 0 ringgit tadi. Jawabnya mengingatkan saya bahwa hari itu adalah hari arus balik. Hari ke-7 setelah Idul Fitri. Liburan sudah habis. Banyak orang yang dulu mudik harus balik ke ibu kota.
Dan hari itu pemerintah Malaysia menggratiskan jalan tol di seluruh negara. Itu bagian dari hadiah Lebaran. Dari negara untuk rakyatnya.
Hadiah Lebaran pertama diberikan sehari sebelum Lebaran dan di hari Lebaran. Tol gratis.
"Wah, kami juga dapat hadiah Lebaran dari pemerintah Malaysia," ujar suami Meiling.
Itu betul. Di pintu terakhir masuk kota Kuala Lumpur tarifnya benar-benar 0 ringgit.
Jarak Singapura-Kuala Lumpur itu hanya 5 jam perjalanan. Itu pun dengan kecepatan disiplin: maksimum 120 km/jam. Tidak berani lebih dari itu. Apalagi baru saja kami melihat: Lamborghini yang belum lama menyalip kami, terlihat parkir di pinggir jalan. Ada dua polisi yang lagi mencegat Lambo itu.
Tidak banyak beda tol Malaysia ini dengan di Indonesia. Kecuali lebih mulus. Sejak dulu.
Pembeda lainnya: sepeda motor tidak dilarang masuk tol. Anehnya tidak banyak motor yang memanfaatkan fasilitas itu. Maka sepanjang Singapura - Kuala Lumpur tidak sampai 20 sepeda motor yang terlihat di jalan tol.
Mungkin Indonesia tidak akan meniru itu. Pernah jalan tol menuju stadion Gelora Bung Tomo dibuka untuk motor. Tepat di Persebaya day. Mampet. Wani!
Tiba di Kuala Lumpur kami langsung ke Ritz Carlton. Bermalam di situ. Agar dekat dengan Bukit Bintang –Orchard Road-nya Kuala Lumpur masa kini. Hidup sekali. Lebih hidup dari yang di Singapura. Sambil kya-kya di Bukit Bintang, saya tergoda bertanya ke diri sendiri: di mana ya di Jakarta bisa kya kya seperti ini.
Setelah bertemu Anwar Ibrahim –dan beberapa relasi– keesokan harinya kami balik ke Singapura. Lewat jalan yang sama. Tidak ada lagi hadiah Lebaran dari negara.
Saya pun bisa mencatat tagihan tol sepanjang 414 km itu. Tidak untuk dibanding-bandingkan.
Dari Kuala Lumpur ke pintu tol Johor Bahru 32 ringgit.
Dari situ ke Jembatan Tuas 3 ringgit.
Tol jembatan Tuas 6 ringgit. Hasilnya tentu dibagi dua dengan Singapura.
Total: Anda sudah tahu.
Hari itu pun kami merasa dirugikan Malaysia 39 ringgit. Saat berangkatnya dulu kami tidak merasa untung 39 ringgit.
Begitulah fitrah manusia. Setelah Idul Fitri. Sulit berterima kasih. Sulit juga mencatat jasa orang lain.
Tentu Meiling tidak perlu lagi memukul pundak saya. Lain kali. Aturan wajib PCR itu barusan dihapus. Presiden Jokowi sendiri yang menghapus. Sekalian dengan no masker di luar ruang.
Di Indonesia, peraturan baru itu banyak dibaca: bebas masker. Di mana pun. (*)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Reputasi Segalanya
Sumber: