Cinta Sejati

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Sebagian siswi sempat menyelinap di bawah meja –seperti latihan yang sering mereka jalani. Miah pun sempat sembunyi di balik meja.
Dia melihat remaja bersenjata itu pindah ke kelas sebelah. Melakukan hal yang sama. Miah berpikir cepat.
Dia takut Si penembak kembali ke kelasnyi. Maka Miah putuskan untuk pura-pura mati. Dia menggeletakkan tubuh di lantai. Dia usapkan darah temannyi ke seluruh badannyi.
Miah sempat meraih HP guru yang tewas di sebelahnyi. Dia hubungi 911. Dia minta tolong operator: help. Hanya itu. Lalu kembali pura-pura mati. Lama sekali.
Baru itu yang terungkap. Tentu masih akan banyak lagi detik yang ditunggu.
Satu-dua hari lagi akan terungkap bagaimana adegan yang rinci di dalam kelas itu. Apa reaksi para siswa saat melihat guru mereka ditembak. Apa yang dikatakan Ramos berikutnya.
Miah melihat remaja bersenjata itu sembunyi tanpa rinci sembunyi di mana. Mungkin di balik meja juga.
Selebihnya masih gelap. Termasuk bagaimana yang 17 siswa yang masih hidup. Apakah mereka juga pura-pura mati seperti Miah.
Yang juga masih diselidiki, apakah pintu kelas itu akhirnya dikunci dari dalam. Atau di barikade dengan meja.
Kok polisi tidak bisa masuk. Kalau pun terkunci bukankah ada cara lain untuk memaksanya: didobrak.
Begitu lama keadaan itu status quo. Sampai akhirnya tiba pasukan polisi penjaga perbatasan. Itu sudah lebih 1 jam setelah penembakan pertama.
Mereka itulah yang memaksa masuk kelas. Lalu menembak Ramos. Salah satu anggota pasukan itu sendiri tertembak oleh balasan Ramos –tapi tidak parah, akan selamat.
Media besar seperti CNN juga mulai bisa mewawancarai kakek Ramos. Meski hasil wawancara itu minim sekali. Sang kakek tidak ada di rumah saat Ramos menembak istrinya –yang berarti juga nenek Ramos.
"Saya tidak habis pikir bagaimana Ramos bisa menembak istri saya," ujarnya pada CNN. "Istri saya itu kan yang merawat Ramos. Memasak untuk Ramos. Juga menjemput Ramos dari tempat kerja kalau pulangnya terlalu malam," tambahnya.
Ramos bekerja sore-malam di resto fast food Wendy's di Uvalde. Dari situ ia punya uang untuk membeli kado ulang tahun bagi dirinya sendiri: dua buah senjata semi otomatis. Hari itu ia genap berumur 18 tahun –boleh memiliki senjata.
Sumber: