Kena PTSD, Suami Bakar Isteri di Depok

Kena PTSD, Suami Bakar Isteri di Depok

Orang dengan PTSD sekali waktu, bisa juga sering, berniat melarikan diri dari kegelisahan. Ketika niat itu datang, ia minum beralkohol. Sebagai pelarian. Dampaknya, ia mabuk, melupakan kegelisahan, sesaat.

Mabuk, membuat orang kehilangan (melemahnya) kontrol logika. Dan kehilangan empati. Bersikap agresif. Tidak bisa merasakan , apa yang dirasakan orang lain, atas tindakan dia.

Prof Sung: "Saat itulah kejahatan terjadi. Dilakukan pemabuk."

Kejahatan pemabuk, bisa beragam. Biasanya sudah direncanakan, ketika ia belum mabuk. Jadi sudah ada niat jahat. Tapi niat itu belum dilaksanakan, karena ia menunggu mabuk. Dengan mabuk, ia merasa enteng dan berani melakukan kejahatan.

Pemabuk pada dasarnya pengecut. Tidak berani melakukan agresi, sebelum mabuk. Ia sudah hafal efek alkohol, menghilangkan empati sosial. Dan logika. Maka, ia mabuk.

Paling sering, kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan anak. Prof Sung dalam bukunya, menyebutkan, kekerasan dalam rumah tangga di Amerika Serikat, sekitar dua per tiga dilakukan orang mabuk. Baik pelaku pria atau wanita.

Pemabuk berat, rata-rata di pesta miras. Sebab di situ ada semacam persaingan, atau adu kuat minum di antara peserta. Akibatnya peserta mabuk berat, dibanding peminum sendirian.

Di kasus Depok, LN, pegawai bengkel motor, ayah empat anak itu, sudah marah ke isteri, sebelum LN mabuk. Penyebab marah soal sepele, isteri sedang nonton YouTube di HP.

Seumpama malam itu teman-teman LN sesama pemabuk tidak datang dan pesta miras di sana, bakal lain cerita. Belum tentu terjadi pembakaran.

Sesuai teori Prof Sung, pemabuk sesungguhnya pengecut. LN belum tentu berani menyiram tiner, membakar badan isteri, teriak kesakitan, dalam kondisi ia tidak mabuk. Itu tindakan sangat mengerikan. Apalagi terhadap isteri.

Teori Prof Sung dan kasus Depok bisa jadi pelajaran kita. Kriminologi bertujuan dua: Mengapa kejahatan terjadi? Dan, bagaimana cara mencegah, agar kejahatan tidak terjadi? (*)

Sumber: