Redupnya Sang Bintang Kejora

Redupnya Sang Bintang Kejora

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Permintaan Rizky Billar pada Lesti Kejora

Lesti, gantian membacakan keinginan Rizky, yang dituliskannya dalam secarik kertas. Rizky ingin calon istrinya selalu mengecup keningnya sebelum ia berangkat kerja.

Lesti lanjut membaca: "Selalu kecup kening sebelum kerja. Kedua, jangan ada guling di antara kita. Jangankan guling, debu-debu nggak ada, kak."

Isi surat begitu romantis. Waktu itu, dunia bagai milik mereka berdua. Tiada debu di antara mereka. Kini romantisme itu, bagai debu tertiup angin. Akibat laporan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga).

KDRT, dua dekade lalu diterapkan di Indonesia. Mengadopsi hukum Domestic Violence (DV) dari Inggris, lalu ditiru Amerika Serikat. Sebelum ada hukum DV, suami boleh melakukan apa saja terhadap isteri, atau sebaliknya.

Elizabeth M. Felter, dari University of Pittsburgh, Amerika Serikat, dalam bukunya: "A history of the state's response to domestic violence" (1997) menyebutkan, begini:

Dikutip dari Encyclopædia Britannica, menyatakan bahwa pada awal tahun 1800-an, sebagian besar sistem hukum secara implisit menerima pemukulan suami terhadap istri. Itu sebagai hak mutlak suami atas isterinya.

Dipaparkan: Pada awal tahun 1800, hukum di Inggris, yang berasal dari sistem hukum abad ke-16, memperlakukan DV sebagai kejahatan terhadap komunitas. Bukan terhadap individu.

Jadi, jika suami memukul isterinya, dinyatakan sebagai kejahatan terhadap komunitas wanita. Oleh pengadilan, itu dinyatakan sebagai pelanggaran perdamaian pria-wanita. Kemudian didamaikan oleh hakim.

Tapi, jika pelanggarannya (DV) mengakibatkan luka berat sehingga cacat fisik, maka isteri berhak menuntut ganti rugi dalam bentuk ikatan perdamaian dari hakim perdamaian setempat. Biasanya, suami mengganti rugi dengan sejumlah uang.

Prosedurnya informal dan tidak direkam. Tidak ada pedoman hukum penentu standar pembuktian pidana, atau tingkat kekerasan yang cukup untuk menjatuhkan hukuman.

Dua kalimat tipikal adalah memaksa seorang suami untuk mengirim obligasi. Intinya, membayar denda dibayarkan ke isteri. Nominalnya dinilai secara umum, sangat kecil.

Pemukulan suami terhadap isteri dapat juga didakwa sebagai serangan. Tapi, penuntutan seperti itu sangat jarang terjadi. Diduga, umumnya isteri takut pembalasan suami pada waktu berikutnya.

Intinya, zaman itu suami boleh memukul isteri. Dan, belum pernah ada DV sebaliknya, isteri memukul suami.

Seiring waktu, seratus tahun kemudian, awal 1900, aturan DV terus berkembang di Inggris. Di pertengahan milenium 1900-an, hukum berpihak ke isteri. Bahwa DV adalah pelanggaran hukum berat.

Sumber: